Sebelumnya, Dewas KPK menggelar persidangan etik atas laporan dugaan penyalahgunaan jabatan pimpinan KPK oleh Nurul Ghufron. Dalam kasus yang dilaporkan Desember 2023 tersebut, Ghufron disebut menelpon Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono untuk membantu seorang ASN di kementerian tersebut mendapatkan persetujuan mutasi.
Kasdi sendiri kemudian menjadi salah satu pihak berperkara di KPK. Dia tercatat sebagai salah satu tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Ghufron menolak persidangan etik karena berdalih hanya membantu dan tak mendapatkan keuntungan apa pun dari peristiwa tersebut. Dia juga mengklaim kasus tersebut sudah kedaluwarsa atau lebih dari satu tahun karena terjadi pada Maret 2022.
Berbeda, Dewas menilai, batas kedaluwarsa dihitung bukan dari peristiwa pelanggaran etikt terjadi, tetapi sejak laporan atau peristiwa tersebut diketahui. Menurut Dewas, kasus etik tersebut baru akan kedaluwarsa pada Desember 2024, atau satu tahun usai dilaporkan.
Keputusan Dewas ini membuat Ghufron marah dan melakukan sejumlah perlawanan. Dia mengajukan gugatan soal kewenangan Dewas KPK ke PTUN Jakarta; aturan yang sama juga diujimaterikan ke Mahkamah Agung.
Tak cukup, Ghufron juga menyeret Dewas KPK ke ranah pidana. Beberapa anggota Dewas KPK dilaporkan melakukan pelanggaran Pasal 421 dan Pasal 310 KUHP.
“Kami sendiri belum tahu cuma dengar-dengar aja dari berita-berita, bahwa Pak Ghufron melaporkan tindak pidana pencemaran nama baik dan penyalahgunaan kewenangan. Kami sendiri belum tahu apa isinya itu,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.
(fik/frg)