Logo Bloomberg Technoz

Hal itu, kata Perry tercermin dari imbal hasil (yield) SBN yang pada bulan lalu sebesar 6,86% kembali turun menjadi 6,70% per 21 Mei 2024. Adapun, yield SBN tenor 2 dan 10 tahun sempat meningkat dari 6,31% dan 6,71% dan tercatat pada akhir Maret 2024 menjadi 6,86%, namun kini berada di level 7,21% pada akhir April 2024.

“Itulah kenapa tadi juga disampaikan yield SBN yang sebulan lalu naik tinggi, kembali turun lagi. Itu koordinasi dan sinergitas yang sangat erat,” pungkas Perry.

Untuk diketahui, mengacu pada data Kementerian Keuangan per 15 Mei, BI saat ini memiliki SBN hingga 23,22% dari outstanding obligasi negara di pasar.

Angka itu juga menjadi kepemilikan SBN terbesar oleh BI sepanjang masa, menempatkan BI di kelompok eksklusif bank sentral pemegang terbesar obligasi negaranya sendiri bersama Jepang yang memegang 50% obligasi yen.

Sebagai tambahan, semakin besarnya penguasaan BI atas obligasi negara pemerintah tidak bisa dilepaskan dari kebijakan semasa pandemi menerjang yang menjatuhkan perekonomian dalam resesi. Pada 2020 lalu, BI dan pemerintah menyepakati kebijakan burden sharing untuk menutup defisit APBN yang menganga akibat 'matinya' perekonomian gara-gara pandemi Covid-19.

Dalam bahasa lebih sederhana, BI mencetak uang dengan membeli surat utang yang diterbitkan pemerintah, di mana uang utang itu digunakan pemerintah untuk membiayai APBN agar perekonomian tetap berdenyut. Sebagai perbandingan, sebelum pandemi, penguasaan SBN oleh BI di awal 2020 hanya 5% dari total outstanding obligasi di pasar.

(azr/ros)

No more pages