Logo Bloomberg Technoz

Langkah yang dimaksud adalah penguatan struktur suku bunga di pasar uang rupiah untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan RI, yang dilakukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Terkait itu, termasuk dilakukan optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

“Peningkatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, serta penguatan strategi transaksi term-repo SBN dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan,” tuturnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga terus melakukan pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pendalaman suku bunga kredit berdasarkan sektor ekonomi.

Dalam kaitan tersebut, Perry menyebut bahwa ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat. Menurutnya, ekonomi AS tumbuh dengan baik akibat perbaikan permintaan domestik, hingga adanya kenaikan ekspor.

Inflasi AS pada April 2024 juga masih tinggi saat pertumbuhan ekonomi negara itu tercatat kuat. Namun, tetap tercatat melambat jika dibandingkan inflasi pada bulan Maret 2024.

“Perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir tahun 2024. Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 tidak berlanjut,” terangnya.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa perekonomian domestik tercatat memiliki daya tahan yang baik saat ketidakpastian global terus berlanjut. Perry menyebut, ekonomi RI tumbuh 5,11% pada triwulan I-2024 yang disokong oleh permintaan domestik.

Meskipun begitu, kata Perry, ekspor dilaporkan melambat saat terjadinya pelemahan permintaan dari mitra dagang utama RI.

“Perkembangan terkini menunjukkan kegiatan ekonomi pada triwulan II-2024 tetap baik, sebagaimana tercermin pada kinerja positif sejumlah indikator konsumsi rumah tangga dan investasi, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur,” katanya.

Sedangkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), Perry mengatakan tetap dalam kondisi yang baik, didukung oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan barang. Meskipun begitu, neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan I-2024 tercatat defisit.

Namun, ia menuturkan bahwa pada triwulan II-2024 NPI diprediksi kembali membaik ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan RI. Lebih lanjut, aliran modal asing juga diprediksi positif pada triwulan II-2024.

“Sampai dengan 20 Mei 2024 secara neto tercatat sebesar US$1,8 miliar dolar didorong oleh dampak positif respons bauran kebijakan moneter BI,” lanjutnya.

Ia juga menyampaikan bahwa posisi cadangan devisa RI pada akhir April 2023 tercatat sebesar US$136,2 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

“Secara keseluruhan, NPI 2024 diperkirakan terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB),” katanya.

Sementara nilai tukar rupiah, menurut Perry akan terus terjadi penguatan akibat kebijakan-kebijakan yang ditempuh BI. Ia menyebut, kebijakan itu direspon positif oleh pasar dan dibuktikan dengan masuknya aliran modal asing ke SBN dan SRBI sebesar US$ 4,2 miliar hingga 20 Mei 2024.

“Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong oleh imbal hasil yang menarik sejalan dengan kenaikan BI-Rate, premi risiko yang turun, prospek ekonomi yang lebih baik, dan komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah,” tuturnya.

Perry juga mengklaim bahwa transmisi kebijakan moneter setelah kenaikan Bi Rate berjalan dengan baik. Tercermin dari suku bunga pasar uang (IndONIA) bergerak dalam kisaran BI Rate yakni sebesar 6,06% pada 21 Mei 2024.

Sementara suku bunga SRBI untuk tenor 6,9, dan 12 bulan pada tanggal 17 Mei tercatat masing-masing sebesar 7,29%, 7,38%, dan 7,48%. Sedangkan untuk suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada April 2024 masing-masing tercatat 4,59% dam 9,25%.

“Perkembangan terkini menunjukkan yield SBN kembali turun menjadi 6,70% dan 6,86% per 21 Mei 2024, seiring dengan kenaikan aliran modal asing ke instrumen SBN,” ungkap Perry.

Selanjutnya ia menyampaikan bahwa sistem keuangan terjaga baik tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat sebesar 25,62%, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,96% pada Maret 2024, rasio kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) sebesar 2,25% (bruto) dan 0,77% (neto).

“Hasil stress-test BI menunjukkan ketahanan perbankan dan korporasi tetap kuat dalam menghadapi tekanan ketidakpastian pasar keuangan global, termasuk risiko dari eksposur Utang Luar Negeri (ULN) institusi keuangan dan korporasi yang terjaga, “ tutur Perry.

(azr/lav)

No more pages