Pemerintah juga mengundang keterlibatan kalangan filantropis untuuk berpartisipasi dalam pemenuhan target NDC.
Guna menarik minat swasta dalam pendanaan transisi energi, kata Sri Mulyani, pemerintah telah menerbitkan sejumlah insentif fiskal serta inovasi kemudahan pendanaan untuuk proyek-proyek hijau dan pengembangan industri hijau.
“Insentif yang dimaksud mencakup tax holiday, tax allowance, fasilitasi pajak pertambahan nilai (PPN), dan bakan keringan pajak properti. Kami juga menciptakan instrumen—seperti penerbitan green sukuk dan SDGs bonds baik untuk pasar global maupun lokal,” terangnya.
Dia berharap surat utang SDGs atau sustainable development goals dan obligasi syariah hijau dapat membantu pemerintah mengumpulkan dana untuk mencapai target pemangkasan 10,6 juta ton emisi karbon.
“Dari sudut pandang legislasi, kami tahu komitmen ini harus didukung oleh kerangka kerja regulasi yang konsisten. Itulah mengapa Indonesia baru saja meluncurkan skema carbon pricing dan memperkenalkan pajak karbon. Aturan ini menggunakan instrumen perdagangan dan nonperdagangan karbon untuk meredam ongkos emisi gas rumah kaca, dengan prinsip para penyumpang polusi yang harus membayar,” tutur Sri Mulyani.
Berdasarkan laporan sintesis Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), yang diluncurkan pekan lalu, temperatur permukaan bumi pada era industrialisasi 2020—2021 mencapai 1,1 derajat centigrade.
Angka tersebut hampir mendekati 1,5 derajat centigrade, yang merupakan ambang batas yang digunakan untuk mendeklarasikan bahwa perubahan iklim yang terjadi di dunia telah mencapai level bencana.
Sri Mulyani mengelaborasi isu pensiun dini pembangkit listrik bertenaga batu bara atau coal-fired power plant (CFPP) phaseout menjadi pekerjaan rumah paling esensial untuk transisi energi Indonesia.
Mengutip data International Energy Agency (IEA), CFPP berkontribusi sebesar 38% terhadap total emisi karbon global pada 2019. Di Indonesia, isu pemadaman pembangkit listrik berbasis batu bara menjadi lebih kompleks lantaran komoditas emas hitam tersebut mencakup 60% dari total bauran energi di negara ini.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menambahkan telah mendapatkan komitmen dari instansi keuangan regional, internasional, maupun global untuk mendukung pendanaan pensiun dini pembangkit batu bara di Indonesia.
Namun, dia enggan mengungkapkan siapa saja calon investor baru tersebut, berikut nilai komitmen investasi yang mereka tawarkan.
"Kalau Anda melihat daftar proyek prioritas yang sudah diterbitkan ke publik oleh perusahaan-perusahaan energi, sebenarnya itu menjadi indikasi dari proyek atau komitmen investasi yang akan masuk [ke transisi energi]," ujarnya dalam konferensi pers Financing Transition in ASEAN di Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3/2023).
(wdh/evs)