Sementara itu, Indonesia dan Vietnam, penghasil emisi terbesar di Asia Tenggara, menerima kesepakatan pendanaan senilai miliaran dolar dari negara-negara maju G-7 untuk membiayai transisi dari batu bara, dan mempercepat tanggal puncak emisi.
Namun menurut BNEF, target iklim resmi Indonesia dan Vietnam yang diajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak memenuhi skenario. Di mana pemanasan global dibatasi hingga 1,5 derajat di atas tingkat pra-industri, atau tidak sejalan dengan keputusan paling rasional secara ekonomi.
BNEF menambahkan, bahkan dalam skenario di mana energi terbarukan tumbuh hingga mengambil lebih dari 50% pangsa pasokan energi global pada 2030, negara-negara seperti Indonesia dan Vietnam kemungkinan akan mengalami peningkatan emisi hingga akhir dekade mendatang.
China berada dalam posisi yang lebih baik untuk lebih ambisius dalam mencapai targetnya, berkat rekam jejak yang kuat dalam penerapan energi ramah lingkungan.
Negara-negara mengajukan target pengurangan emisi dan adaptasi iklim yang dikenal sebagai Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) kepada PBB setiap lima tahun. Putaran NDCs berikutnya akan jatuh tempo tahun depan pada konferensi iklim di Brasil.
(bbn)