Sementara itu, realisasi serapan subsidi energi sampai dengan kuartal I-2024 adalah Rp27,9 triliun, atau 14,75% terhadap keseluruhan subsidi energi dalam APBN 2024 senilai Rp189,1 triliun.
Upaya Transformasi
Dalam jangka pendek, pemerintah menilai kebijakan transformasi yang dapat diterapkan adalah:
Pertama, pengendalian subsidi LPG dapat diterapkan dengan menetapkan target sasaran penerima subsidi LPG tabung 3 kg yaitu rumah tangga desil pendapatan 1—7, usaha mikro, nelayan sasaran, dan petani sasaran.
Saat ini, pemerintah menilai tabung 3 kg masih dapat dikonsumsi secara terbuka. Sebagian besar suplai LPG berasal dari impor, bahkan mencapai 77% pada 2022. Hal ini berdampak pada defisit neraca perdagangan.
Selain itu, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022 menunjukkan 4 desil termiskin menikmati 37% total subsidi LPG, sementara 4 desil terkaya menikmati 41%.
“Kebijakan menetapkan target sasaran penerima subsidi LPG tabung 3 kg dapat menekan konsumsinya. Penerapan kebijakan ini diproyeksikan akan mengurangi konsumsi LPG tabung 3 kg sebesar 1 juta metrik ton per tahun.”
Kedua, penerapan penyesuaian tarif atau tariff adjustment untuk pelanggan listrik non subsidi golongan rumah tangga kaya, yakni 3500 volt-ampere (VA) ke atas dan golongan pemerintah.
Pemerintah mengategorikan pelanggan listrik dengan daya 3500 VA ke atas sebagai masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
Menurut pemerintah, memberikan kompensasi kepada golongan tarif ini sangat bertentangan dalam dengan prinsip distribusi APBN, sehingga sudah sewajarnya tarif untuk golongan pelanggan ini dapat disesuaikan.
Ketiga, pengendalian subsidi dan kompensasi atas Solar dan Pertalite yang berkeadilan dapat diterapkan dengan pengendalian kategori konsumen.
Saat ini, Solar dan Pertalite dijual di bawah harga keekonomiannya, sehingga memunculkan kompensasi yang harus dibayar oleh APBN.
Volume konsumsi Solar dan Pertalite terus meningkat, demikian juga beban subsidi dan kompensasinya dan mayoritas dinikmati oleh rumah tangga kaya.
Di sisi lain, polusi udara yang bersumber dari gas buang kendaraan menduduki posisi teratas sekitar 32%—57%. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat mengendalikan konsumsi BBM.
Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, pemerinta memproyeksikan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun.
“Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp67,1 triliun per tahun.”
“Perlu digarisbawahi, transformasi subsidi dan kompensasi energi harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat serta momentum yang tepat. Tujuan utama dari transformasi subsidi dan kompensasi energi bukanlah efisiensi anggaran, melainkan mendorong peran APBN yang lebih berkeadilan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan demi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, utamanya masyarakat miskin dan rentan.”
(dov/wdh)