Bloomberg Technoz, Jakarta - Sesuai prediksi, rupiah dibuka menguat di pasar spot pada pembukaan perdagangan hari bursa terakhir pekan ini, Rabu (22/5/2024), ke kisaran Rp15.980/US$ dan pada lima menit pertama transaksi rupiah bergerak makin perkasa di Rp15.975/US$.
Penguatan rupiah sejalan dengan mayoritas mata uang Asia pagi ini yang juga bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS), terungkit sentimen pasar global yang bullish berkat sinyal terbaru pejabat Federal Reserve (The Fed) yang bernada dovish.
Rupiah menguat tipis 0,17%, menyusul penguatan baht Thailand 0,18%, peso Filipina 0,14%, dolar Taiwan 0,11% juga won Korea Selatan 0,03%.
Hari ini rupiah menanti pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia siang nanti di mana BI rate diprediksi masih akan ditahan di 6,25%.
Sementara penguatan mata uang Asia pagi ini karena sinyal dovish terbaru dari The Fed. Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan, terus melemahnya data-data penting seperti inflasi dan pasar tenaga kerja dalam tiga sampai lima bulan ke depan akan dapat memberi ruang bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan bunga acuan pada akhir tahun.
"Jika data terus melemah dalam tiga hingga lima bulan ke depan, kita bisa terpikir melakukan penurunan pada akhir tahun ini. Bila kita cukup memiliki data yang sesuai harapan, maka kita bisa memikirkan pemangkasan bunga akhir tahun ini, dimulai tahun depan," kata Waller seperti dilansir dari Bloomberg News.
Pernyataan bernada dovish itu seakan 'membilas' berderet pernyataan para pejabat The Fed sebelumnya yang cenderung hawkish. Statemen Waller cukup memberi kelegaan mengingat data inflasi terakhir yang dirilis memberi petunjuk bahwa disinflasi di AS kembali berjalan.
Pasar kini akan menanti rilis risalah rapat The Fed pada Kamis nanti waktu Amerika yang bisa memberi gambaran dot plot terakhir The Fed.
Secara teknikal rupiah memiliki resistance psikologis potensial pada level Rp15.950/US$. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat menguat ke level Rp15.900/US$.

(rui)