Berkaca dari hal tersebut, pemerintah lantas bertindak tegas melalui arahan Presiden Joko Widodo melakukan revisi terhadap Permendag No. 36/2023 yang telah diubah dalam Permendag No. 3/2024 pada Maret dan Permendag No. 7/2024 bulan lalu, sebelum akhirnya menjadi Permendag No. 8/2024 pada 17 Mei.
Proses Penyusuan
Lebih lanjut, Arif menjelaskanproses penyusunan penerbitan kebijakan dan pengaturan impor yang kini tertuang dalam Permendag No. 8/2024. Menurutnya, 90% penambahan daftar barang yang masuk pelarangan dan/atau pembatasan (lartas) impor merupakan masukan dari kementerian/lembaga (k/l) lainnya dan asosiasi.
"Kami di Kemendag setelah mendapatkan usulan tentu berdiskusi secara teknis by data lalu kemudian kita melakukan assesment melalui regulatory impact asessment [RIA], tentu semua aspek kita lihat dan tentu kita diskusikan bersama k/l teknis pembina asosiasi komoditas," jelasnya.
Pembahasan tersebut, kata Arif dilakukan di kantor Kemenko Perekonomian yang didiskusikan antarkementerian dan lembaga, kemudian Kemendag akan melakukan konsultasi secara publik dan diputuskan melalui rapat 2 ditingkat menteri yakni Kemenko Perekonomian.
Setelah itu, dilakukanlah harmonisasi sehingga kelurlah permendag baru mengenai kebijakan dan pengaturan impor tersebut.
"Sekali lagi Kemendag berada dihilir dalam pengendalian ekspor maupun impor, oleh karena itu proses penyusunan peraturan kebijakan impor ini telah diatur dalam PP No. 29/2021 yang intinya rapat kebijakan impor harus diputuskan di rapat koordinasi tingkat menteri dipimpin Kemenko Perekonomian."
Sebagai informasi, Permendag No. 8/2024 telah berlaku sejak 17 Mei 2024, dengan tujuan untuk membebaskan sekitar 26.000 kontainer yang sebelumnya tertahan di sejumlah pelabuhan. Secara terperinci, terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di pelabuhan Tanjung Perak.
Adapun, kontainer yang tertahan itu terdiri dari komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan komoditas lainnya yang dalam peraturan sebelumnya memerlukan perizinan impor (PI) atau pertimbangan teknis (pertek) karena termasuk dalam daftar lartas impor.
(prc/wdh)