Laju kenaikan harga emas dunia didorong oleh sentimen terkait arah kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed). Emas diuntungkan bila The Fed sudah selesai dalam tren kenaikan suku bunga acuan, dengan kata lain, ‘Hilal’ akan pemangkasan suku bunga mulai terlihat di tahun ini.
Harapan akan pengguntingan suku bunga acuan, membuat harga emas berada dalam tren positif. Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset) sehingga diuntungkan saat suku bunga turun.
Mengutip CME FedWatch tools, ada kemungkinan Federal Funds Rate bisa turun pada September mendatang. Peluang pemangkasan 25 basis poin (bps) menjadi 5–5,25% adalah 49,6%, angka ini semakin meningkat tiap pekannya.
Kemudian ada probabilitas suku bunga acuan Bank Sentral AS akan turun lagi pada Desember 2024. Kemungkinan pemangkasan 25 bps lagi menjadi 4,75–5% adalah 36,2%.
Pergerakan harga emas juga tak lepas dari kembali meningkatnya tensi geopolitik di pasar komoditas, setelah pesawat tanpa awak (Drone) Ukraina menyerang kilang minyak milik Rusia, kemarin.
Sementara kapal tanker China diserang oleh misil di Laut Merah, Sabtu lalu. Milisi Houthi mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Emas adalah aset yang dipandang aman (Safe Haven). Permintaan emas cenderung naik saat terjadi ketidakpastian, termasuk persoalan geopolitik.
Berikut pergerakan saham emas pada penutupan perdagangan Sesi I siang ini, Selasa (21/5/2024) berdasarkan data Bloomberg,
- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) jatuh 4,53% ke posisi Rp1.580
- PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) anjlok 1,95% ke posisi Rp151
- PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) drop 1,91% ke posisi Rp308
- PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) ambrol 1,49% ke posisi Rp398
- PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) melemah 0,71% di posisi Rp2.820
Padahal, sejatinya kenaikan harga emas ini akan mendatangkan keuntungan untuk emiten-emiten pertambangan dan/atau yang terkait dengan bisnis emas. Utamanya mereka yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia. Baik secara langsung atau tidak, nantinya akan ikut meningkatkan angka pendapatan Perusahaan emiten emas.
Dalam jangka menengah, harga maupun permintaan emas masih berpeluang melanjutkan tren kenaikan kedepannya, juga sejalan dengan langkah Bank Sentral terkait suku bunga acuannya.
“Inflasi memang masih tinggi, tetapi bergerak turun. Beban utang di Amerika Serikat juga membuat pelaku pasar mencoba melakukan diversifikasi dari obligasi. Ini menjadi kondisi sempurna bagi kenaikan harga emas,” tegas Daniel Pavilonis, Senior Market Strategist di RJO Futures, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Jika mencermati terhadap kacamata analisis teknikal, dengan time frame daily, ada kemungkinan harga bisa naik lagi menuju US$ 2.434. Apabila level resistance ini berhasil break dengan volume yang tinggi, maka resistance potensial harga emas selanjutnya menuju US$ 2.438.
Namun perlu diperhatikan, indikator Stochastic RSI sudah berada di 93,23. Sudah di atas 80, tergolong jenuh beli (Overbought).
Oleh karena itu, risiko koreksi harga emas pun ikut meningkat (High Risk). Target support terdekat ada di US$ 2.412/troy ons. Jika tertembus, maka US$ 2.385/troy ons bisa menjadi support selanjutnya.
(fad)