Menurut Iwa, upaya untuk menjaga emisi dengan penggunaan BBM harus selaras dengan upaya untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Jelas standar emisi sudah jadi tuntutan-tuntutan dunia, bukan hanya di Indonesia saja. Namun, menjadi penjaga ekonomi masyarakat juga tanggung jawab pemerintah; artinya jangan sampai perubahan [standar emisi BBM] ini membebani masyarakat,” ujar Iwa saat dihubungi, dikutip Selasa (21/5/2024).
Dengan demikian, Iwa mengatakan, pemerintah bisa melakukan upaya peralihan ke bahan bakar rendah emisi secara bertahap berdasarkan kewilayahan untuk menjaga standar emisi sembari menjaga keekonomian masyarakat.
Iwa mencontohkan, peralihan ke bahan bakar rendah emisi dapat dilakukan di DKI Jakarta pada tahap pertama.
“Pengembangan Pertalite dengan RON yang sesuai, RON 90 ke 91 dengan menambahkan etanol, tetapi juga mengakibatkan harganya menjadi meningkat,” ujarnya.
Masalah Bioetanol
Sejauh ini, Iwa mengatakan bioetanol merupakan produk bahan bakar yang solutif atas tuntutan pengurangan emisi bahan bakar. Permasalahannya, saat ini BBM fosil dengan RON lebih tinggi lebih efisien dibandingkan dengan bioetanol. Hal ini terjadi karena infrastruktur pengembangan bioetanol belum masif dilakukan.
“Sehingga pada satu titik BBM berbasis bioetanol akan lebih efisien dibandingkan dengan BBM fosil sekaligus juga saya katakan tadi adalah dalam rangka tujuan utamanya untuk menurunkan emisi,” ujar Iwa.
Di lain sisi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan BBM seperti Pertalite dan Revvo 90 sebenarnya sesuai dengan spesifikasi yang termaktub pada Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Nomor 0486.K/10/DJM.S/2017 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) BBM Jenis Bensin 90 yang dipasarkan di dalam Negeri.
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan peraturan yang diteken pada 2017 itu masih berlaku hingga saat ini. Dengan demikian, kedua jenis BBM dengan RON 90 tersebut masih bisa beredar di tengah-tengah masyarakat.
“Saat ini masih terdapat peredaran BBM RON 90 yang dapat ditemui di SPBU [Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum] Pertamina untuk produk Pertalite dan di SPBU VIVO untuk produk Revvo 90,” ujar Dadan kepada Bloomberg Technoz, akhir pekan.
Dadan tidak menampik bahwa terdapat ketentuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengatur bahwa minimal RON untuk bensin adalah 91.
Hal itu sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri LHK No. P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O.
ESDM sebelumnya juga mengungkapkan pemerintah akan mempersiapkan 2 juta hektare (ha) lahan tebu, di mana setengahnya bakal digunakan untuk bahan baku bioetanol yang akan menjadi bahan bakar ramah lingkungan pengganti Pertalite.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan lahan di Merauke, Papua Selatan tersebut nantinya akan dikelola oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kita prediksi bahwa dari lahan, konsepnya itu ada lahan 2 juta ha yang akan dikelola oleh Kementerian BUMN, yang dalam hal ini BUMN-nya adalah Perhutani. Di situ separuhnya adalah lahan untuk bahan baku dari bioetanol. Jadi arahnya ke sana," tuturnya kepada Bloomberg Technoz.
Dihubungi secara terpisah, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengonfirmasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite atau Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengungkapkan pemerintah saat ini tengah melakukan persiapan lapangan, sehingga target produksi bahan baku tebu untuk bahan bakar berbasis bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa tercapai pada 2027.
“Penyediaan bioetanol yang berasal dari fermentasi tetes [tebu/molasses] digunakan untuk pengganti Pertamax atau Pertalite. [Bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa digunakan] sesuai dengan rencana produksi di Merauke pada 2027,” ujar Yuliot kepada Bloomberg Technoz.
(dov/wdh)