Selain itu, BI kini memiliki instrumen lain untuk menstabilkan rupiah selain melalui suku bunga. Sejak tahun lalu, BI menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai upaya untuk menarik arus modal asing yang pada akhirnya membuat rupiah lebih stabil.
“Kami memperkirakan BI akan mempertahankan intensitas intervensi SRBI untuk menjaga kestabilan rupiah dengan menawarkan suku bunga tenor 12 bulan di rentang 7,45-7,55%,” ujar Lionel Prayadi dari Mega Capital Sekuritas.
Inflasi Melambat
Dari sisi inflasi, terjadi perlambatan pada April. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi April berada di 0,25% secara bulanan (month-to-month/mtm). Lebih rendah dibandingkan Maret yang sebesar 0,52% mtm.
Sedangkan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) tercatat 3%. Lebih rendah ketimbang Maret yang sebesar 3,05% yoy.
"Inflasi April lebih rendah dibandingkan Maret, yang bertepatan dengan awal Ramadan. Juga lebih rendah dibandingkan periode lebaran 3 tahun sebelumnya yaitu April 2023, Mei 2022, dan Mei 2021," ungkap Amalia Adininggar Widyasanti, Plt Kepala BPS.
Nilai tukar rupiah yang cenderung menguat dan laju inflasi yang melambat membuat BI tidak punya kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan. Jadi tidak heran pasar sepakat bahwa BI Rate akan ditahan.
Bukan cuma pasar, BI sendiri sudah memberikan ‘kode keras’ bahwa suku bunga acuan tidak naik lagi. Dalam jumpa pers bulan ini, Gubernur Perry menegaskan kenaikan BI Rate bulan lalu sudah memadai.
"Data yang sekarang ada menunjukkan bahwa memang tidak ada lagi keperluan menaikkan BI Rate, tetapi semuanya data dependent. Dengan data yang sekarang, kami melihat kenaikan BI Rate dan SRBI itu cukup untuk memastikan stabilitas nilai tukar, inflow, juga inflasi. Semuanya tetap data dependent, hasilnya tunggu nanti saat RDG bulanan, sabar,” terang Perry.
(aji)