Dalam kaitan itu, salah satunya menggencarkan single presence policy atau kebijakan yang mengharuskan setiap BPR/S hanya dimiliki oleh satu orang.
“Terkait single presence policy, mereka yang memiliki belasan BPR itu ga boleh, jadi boleh satu BPR saja. Tapi BPR lain ga ditutup, tapi akan jadi cabang,” tuturnya.
Selain itu, kewajiban permodalan inti sebesar Rp6 miliar juga harus dipatuhi BPR/S. Ia mengatakan, apabila pemegang saham pengendali tidak dapat menambah modal maka akan dilakukan konsolidasi secara sukarela.
Dian menyebut, hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pemenuhan permodalan inti BPR/S Rp6 miliar tercapai dalam waktu singkat. Tak hanya itu, penguatan dan efisiensi akan terus diupayakan pada BPR/S yang beroperasi, dengan harapan bisa meningkatkan kualitas kinerja masing-masing bank.
“Pada saat kita melakukan konsolidasi itu meningkatkan kinerja dan kontribusi BPR dibanding tidak konsolidasi,” ungkapnya.
Sebagai tambahan, OJK telah meluncurkan peta jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat/Syariah (BPR/S) 2024-2027. Peta jalan ini memiliki tiga aspek penting, yakni penguatan permodalan, akselerasi konsolidasi, dan penguatan tata kelola.
Dian mengatakan bahwa peta jalan tersebut disusun sebagai kebijakan untuk memperkuat dan mengembangkan industri BPR/S, sekaligus menjawab tantangan industri tersebut ke depan.
“Kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam empat pilar, termasuk di dalamnya adalah inisiatif dan action plan [rencana aksi] yang akan menjadi parameter mencapai roadmap [peta jalan] ini,” kata dian dalam peluncuran peta jalan Pengembangan dan Penguatan Industri BPR/s(RP2B) di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Adapun, visi RP2B 2024-2027 adalah mewujudkan BPR/S menjadi bank yang berintegritas, tangguh, dan kontributif dalam memberikan akses keuangan kepada usaha mikro dan menengah, serta bagi masyarakat di berbagai wilayah.
(azr/roy)