Logo Bloomberg Technoz

Selisih imbal hasil antara Treasury 3 bulan dibanding 10 tahun yang semakin lebar di tengah pemulihan ekonomi China yang tidak meyakinkan, inflasi AS yang masih tinggi dan ketegangan di Timur Tengah, akan membawa pertumbuhan ekonomi global tidak kemana-mana.

"Semakin negatif yield spread antara UST-3 bulan dan 10Y menunjukkan pemotongan bunga The Fed mungkin lebih jauh dari perkiraan. Higher for longer dapat menyalakan risiko resesi dan melemahkan ekonomi global di mana keduanya menjadi ancaman substansial bagi harga minyak dunia dan komoditas lain," jelas Fung.

Selisih imbal hasil dua tenor itu tercatat negatif selama 553 hari kalender sejak 8 November 2022 hingga 14 Mei lalu. Sedangkan tenor 2Y dan 10Y mencatat tren serupa selama 680 hari kalender.

"Kurva imbal hasil yang berbalik pada April bisa dibaca sebagai sikap skeptis para investor merespon atas pernyataan penurunan bunga acuan The Fed selama 2024, menunjukkan bahwa bila The Fed menghadapi pertarungan penjinakkan inflasi yang lebih lama dan lebih sengit dari perkiraan, maka jalur menuju resesi akan semakin pendek," jelas Fung.

Bila lanskapnya dipersempit dalam perekonomian AS saja, negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$27,36 triliun pada 2023, mungkin belum kedap sepenuhnya dari risiko resesi buntut dari pengetatan secara agresif oleh Federal Reserve demi menjinakkan inflasi tertinggi empat dekade.

Menurut analisis Piper Sandler, resesi terjadi rata-rata 10 kuartal setelah The Fed memulai siklus kenaikan bunga acuan. Namun, di masa lalu, bisa terjadi hingga 16 kuartal kemudian, menurut Nancy Lazar, Kepala Ekonom Piper Sandler yang juga salah satu pendiri Cornerstone Macro and ISI, seperti dilansir dari Business Insider, Senin (20/5/2024).

Angka pengangguran terpantau melonjak di 19 negara bagian membuat lonjakan pengangguran secara nasional di negeri paman sam hampir tidak bisa dihindari, kata Lazar. "Ada potensi yang sangat besar akan terjadi resesi. Perekonomian saat ini terlihat sangat berisiko di mana bank memperketat kebijakan pemberian kredit dan nasabah jelas akan mendapatkan bunga lebih tinggi, sulit bagi perekonomian mendapatkan 'soft landing'. Yang ada adalah hard landing, resesi," katanya.

Lazar membeberkan data, 19 negara bagian di Amerika yang mewakili 40% PDB, telah mencatat kenaikan rata-rata tingkat pengangguran sedikitnya 0,5 poin persentase dalam tiga bulan terakhir. 

Survei NFIB yang mengukur sentimen pelaku usaha UKM memperlihatkan, situasi saat ini ada di wilayah resesi dan lebih buruk dibandingkan resesi pada 1990 dan 2001. Masyarakat berpenghasilan lebih rendah menghadapi kenaikan gaji yang lebih pelan dan inflasi harga ketiga tagihan kartu kredit mereka semakin besar, begitu juga KPR, menjadi sinyal kesulitan ekonomi.

Sementara bagi kalangan menengah, mereka ada di ujung tanduk karena bila angka pengangguran melesat melampaui 4%, itu bisa berarti mereka kehilangan pekerjaan dengan beban utang tagihan kartu kredit yang besar.

Lazar memprediksi, pendapatan korporasi bisa melemah dalam tiga bulan terakhir tahun ini seiring pelemahan belanja konsumen dan tingginya bunga kredit semakin terasa, banyaknya PHK dan rumah tangga menengah yang tertekan. Menghadapi risiko-risiko itu, mengantisipasi keuangan pribadi dengan memperbanyak cadangan dana tunai menjadi hal yang baik, menurut Lazar.

Kurva terbalik Treasury (Dok. Bloomberg)

Permintaan Minyak

Selisih imbal hasil Treasury tenor pendek dan panjang menunjukkan OPEC, organisasi negara pengekspor minyak dunia, mungkin perlu memikirkan ulang proyeksi permintaan minyak tahun ini. 

OPEC sejauh ini memprediksi ada permintaan minyak dunia sebanyak 2,25 juta barel per hari (mmbpd), lebih tinggi dibanding proyeksi Badan Energi AS yang memprediksi sebesar 1,3 mmpd. 

Perubahan selisih imbal hasil Treasury 2Y dan 10Y secara historis akan membawa perubahan permintaan minyak dunia dalam 12-24 bulan.

Pada 1978, 1988, 1997, 2004, 2010 dan 2015, permintaan minyak dunia jatuh pada 12-18 bulan setelah selisih imbal hasil antara UST-2Y dan 10Y memuncak dan berbalik. Bila histori itu menjadi acuan, maka penurunan permintaan minyak dunia akan terjadi selama tahun ini.

Histori permintaan dunia dikaitkan dengan pergerakan selisih imbal hasil US Treasury (Bloomberg Intelligence)

Risiko Resesi di Indonesia?

Bila Amerika Serikat menghadapi risiko resesi melihat berbagai indikator ekonomi, bagaimana dengan Indonesia? Menteri Koordinato Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pernyataannya pekan lalu menyebut probabilitas Indonesia terjatuh dalam resesi perekonomian hanya 1,5%.

Angka itu jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lain yang jauh lebih besar seperti Thailand 30%, Jerman 60%, Italia 55%, Inggris 40%, Prancis 22,5%, Rusia 17,5%, Meksiko 15% dan Korea Selatan 15%. Zona Eropa bahkan probabilitasnya mencapai 40%.

“Kalau dilihat apakah dengan terjadinya ketidakpastian negara kita akan terjadi resesi? Dari beberapa survei kita probabilitasnya yang terendah di dunia," kata Airlangga.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pernyataannya 7 Mei lalu, juga menilai, Indonesia jauh dari risiko itu, terlihat dari capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1 lalu yang mencapai 5,11%, lebih tinggi dibanding prediksi pasar. "Negara-negara lain, negara-negara besar sudah masuk ke jurang resesi, negara lain juga turun pertumbuhan ekonominya, tapi kita tumbuh 5,11%. Hal ini patut kita syukuri," kata Jokowi.

Presiden Jokowi membagikan bansos pangan tahap kedua di gedung Bulog Dramaga, Bogor, Senin (11/9/2023).

Indonesia memang masih bertumbuh di atas 5% terutama karena kinerja konsumsi masyarakat yang masih besar. Namun, setelah efek Lebaran berakhir, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi akan melemah di sisa tahun ini dan tahun depan. Konsumsi masyarakat semakin melemah akibat tekanan pengeluaran untuk pangan yang makin besar, mengikis alokasi pengeluaran untuk barang sekunder dan tersier di mana hal itu bisa memicu dampak ganda ke industri. Salah satunya tecermin dari angka penjualan sepeda motor, mobil dan barang-barang non-primer lain.

Begitu juga bila mencermati situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Data terakhir tingkat pengangguran per Februari 2024, memang mencatat penurunan yakni jadi 4,82%, jauh lebih rendah setelah sempat menyentuh 7,07% pada Agustus 2020 ketika terjangan pandemi Covid-19 merontokkan perekonomian.

Persentase tingkat pengangguran itu setara dengan 7,2 juta orang Indonesia, turun dibanding Februari 2023 yang masih sebanyak 7,99 juta orang. Akan tetapi, bila melihat peningkatan jumlah setengah pengangguran serta penduduk bekerja yang semakin banyak di sektor informal, kondisi lapangan kerja di RI terlihat belum cukup memadai mengimbangi kenaikan jumlah ketersediaan tenaga kerja (labour supply)

Jumlah angkatan kerja di Indonesia, yaitu penduduk usia bekerja yang aktif di pasar tenaga kerja baik yang berstatus bekerja (bekerja penuh, pekerja paruh waktu, setengah penganggur) dan pengangguran, pada Februari 2024 mencapai 149,38 juta orang. Naik 1,88% year-on-year atau bertambah 2,76 juta orang. Laju pertumbuhannya lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya 1,81% year-on-year dengan penambahan 2,61 juta orang. 

Dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia, sebanyak 8,52% atau 12,11 juta orang berstatus setengah pengangguran, tertinggi dalam satu dekade. Jumlah setengah penganggur itu naik 1,61 poin persen dibanding Februari 2023 yang baru 6,91% atau sekitar 9,59 juta orang. 

Begitu juga jumlah penduduk yang terserap di sektor informal masih jauh lebih banyak dibanding sektor formal. Proporsinya mencapai 59,17% atau setara 84,13 juta orang, jauh lebih besar dibanding orang yang bekerja di sektor formal sejumlah 58,05 juta orang. Angkanya memang stabil dibanding Februari 2023 yakni 60,12% atau sebanyak 84,84 juta orang. Namun, meningkat dibanding Agustus lalu yang sebesar 82,66 juta orang.

Dominannya penyerapan di sektor informal bisa dibaca sebagai salah satu tanda lapangan kerja tersedia kurang berkualitas dan bisa berdampak pada prospek konsumsi masyarakat mengingat pekerja di sektor informal relatif memperoleh pendapatan lebih kecil juga minim jaminan sosial.

(rui/aji)

No more pages