Kontainer tersebut memuat komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan sejumlah komoditas lainnya.
“Untuk menyelesaikan kedua permasalahan tersebut, dilakukan pengaturan atau arahan Presiden untuk revisi permendag yang telah disetujui tadi siang dan akan dilanjutkan [penerbitan] peraturan menteri keuangan [PMK] terkait dengan barang yang terkena lartas impor,” ucap Airlangga di kantornya, Jumat (17/5/2024).
7 Komoditas
Beberapa poin baru dalam Permendag No. 8/2024 a.l. relaksasi perizinan impor terhadap 7 kelompok barang yang di Permendag No. 36/2023 jo. No. 7/2024 menjadi objek lartas yaitu elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas dan katup.
Permendag No. 8/2024 berlaku sejak kemarin, 17 Mei 2024, sehingga penumpukan barang-barang yang masuk sejak 10 Maret 2024, dapat diselesaikan dengan mendasarkan pada peraturan baru tersebut.
Untuk pelaksanaan penyelesaian kedua permasalahan tersebut, para pelaku usaha diminta agar segera mengajukan kembali proses perizinan impor, baik yang terkait dengan PI maupun persyaratan pertek.
“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden, seluruh kementerian/lembaga diharap mendukung percepatan ini, terutama juga Kementerian Perdagangan agar penerbitan PI-nya cepat. Kemudian, Kementerian Perindustrian yang juga masih memiliki pertek di baja maupun di tekstil, itu SLA nya maksimal 5 hari,” tegas Airlangga.
Dia menambahkan seluruh perizinan yang tersendat tersebut harus sudah bisa dituntaskan maksimal 5 hari sejak Permendag No. 8/2024 diterbitkan.
“Ketentuan teknis lainnya tentunya diharapkan masing-masing lementerian/lembaga bisa mendorong percepatan dan penyelesaian masalah perizinan impor,” jelasnya.
Barang Bawaan
Pada kesempatan yang sama, Airlangga juga memastikan pemerintah akan segera menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) baru soal barang bawaan pribadi dari luar negeri.
Sebelumnya, Lampiran IV dalam Permendag No. 36/2023 mengatur bahwa barang pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut paling banyak membawa 5 kilogram (kg) dan tak melebihi US$1.500 per penumpang atau per awak sarana pengangkut.
Pemerintah lalu mengeluarkan kelompok barang nonkomersial —atau barang yang bukan untuk diperniagakan dan untuk penggunaan pribadi — dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 7/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Kelompok barang nonkomersial tersebut nantinya akan diatur secara terperinci di dalam PMK baru tersebut.
“Barang-barang nonkomersial atau bukan barang dagangan yang personal use dikeluarkan dari aturan permendag dan diatur melalui PMK atau Direktorat Jenderal Bea Cukai,” ujar Airlangga.
Dia juga menyebut akan terdapat perubahan Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) No. 8/2024 yang mengatur soal daftar barang yang menjadi objek lartas impor.
Sebelumnya, Kemendag tidak lagi mengatur batasan nilai dan/atau jumlah barang bawaan pribadi penumpang di dalam Permendag No.7/2024.
Namun, otoritas perdagangan menegaskan bahwa barang bawaan nonpribadi atau barang impor yang dibawa penumpang yang bukan termasuk personal use —seperti barang-barang jasa titipan atau jastip— tidak masuk dalam kategori barang pribadi.
Dengan demikian, barang-barang jastip tetap tidak bisa mendapatkan relaksasi fiskal yaitu pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI) senilai US$500 dari Kemenkeu.
Hanya barang pribadi yang akan diberikan pembebasan PDRI senilai maksimal US$500. Jika terjadi selisih lebihnya bakal dipungut bea masuk (BM) 10%, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor.
(wdh)