“Jadi memang ada gap yang perlu kita mitigasi, sehingga ada potensi penggunaan oleh masyarakat luas bisa tercapai,” ujar Aditya dalam seminar Menggali Potensi Besar dan Masa Depan Mobil Hidrogen, Kamis (16/5/2024).
Dikonfirmasi lebih lanjut, Corporate Secretary Pertamina NRE Dicky Septriadi mengatakan bahwa proyeksi harga tersebut berdasarkan target keekonomian konvensional atau tanpa menggunakan insentif dan subsidi.
“Jadi nanti harga market bisa berbeda-beda, tergantung situasi kondisi. Bisa jadi lebih murah kalau tingkat konsumsi lebih banyak,” ujar Dicky kepada Bloomberg Technoz.
Aditya mengatakan, kontributor yang menyumbang harga hidrogen adalah operational expenditure (opex) sebesar 21,7%, yang salah satunya termasuk biaya transportasi, bahan baku (feedstock) H2 40% dan capital expenditure sebesar 38,1%.
“Salah satu challenge adalah mendekatkan sumber demand dengan source dari renewable source karena salah satu komponen biaya yang drive harga hidrogen adalah transportasi selain dari capex,” ujar Adiya.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Aneka EBT Kementerian ESDM Tony Susandy menjelaskan insentif untuk pengembangan hidrogen untuk industri dan transportasi tentu memerlukan pembahasan antara kementerian/lembaga.
Menurut Tony, insentif merupakan ranah kewenangan Kementerian Keuangan. “Insentif finansial dan fiskal itu [kewenangan] Kementerian Keuangan. Kita harus diskusi, mudah-mudahan nanti muncul di roadmap insentif tahun sekian hingga sekian dan dalam bentuk apa.”
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan tengah menyusun peta jalan (roadmap) untuk industri hidrogen dan amonia nasional hingga selepas 2060.
Saat ini, Kementerian ESDM tengah melakukan finalisasi dokumen dan mendapatkan masukan dari kementerian/lembaga (k/l), khususnya untuk menetapkan proyeksi kebutuhan atau permintaan dari beberapa sektor, yakni; industri, transportasi, pembangkit listrik dan jaringan gas (jargas).
“Kapan selesai? Segera. Kita harapkan begitu ya. Kita juga melibatkan banyak stakeholders, termasuk Pertamina, PLN, industri pupuk dan kementerian/lembaga terkait,” ujar Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Aneka EBT Kementerian ESDM Tony Susandy dalam agenda Seminar Masa Depan Mobil Hidrogen, Kamis (15/5/2024).
Proyeksi kebutuhan hidrogen masing-masing sektor:
1. Industri:
2030: 527.501 ton/tahun
2060: 3,91 ton/tahun
2. Transportasi:
2030: 612 ton/tahun
2060: 1,12 ton/tahun
“Demand untuk transportasi masih dalam kajian, termasuk sinergi dengan roadmap NZE Kementerian ESDM maupun roadmap di Kemenhub dan Kementerian Perindustrian,” ujarnya.
Tony menggarisbawahi peningkatan proyeksi permintaan hidrogen untuk transportasi pada 2030 hingga 2060 meningkat 1.842 kali lipat.
Hal ini dilandasi asumsi penggunaan hidrogen untuk bahan bakar Hyundai Nexo dengan kapasitas full tank 6,3 kg dan jarak tempuh maksimal full tank 611 km.
“Maka, proyeksi demand sebesar 1,12 juta ton/tahun pada 2060 setara dengan jumlah kendaraan Hyundai Nexo sebanyak 178.000 unit atau jarak perjalanan 109,3 juta km,” ujarnya.
Adapun, proyeksi permintaan hidrogen untuk sektor transportasi yang disusun untuk transportasi mobil penumpang dan truk.
Berdasarkan roadmap NZE, transportasi laut tidak lagi diproyeksikan menggunakan fuel cell hydrogen, melainkan green ammonia dan dimulai sejak 2035.
Dalam peta jalan yang masih tahap finalisasi ini, uji coba sektor transportasi bakal dilakukan hingga 2030, sementara hidrogen untuk transportasi berat jarak jauh secara komersial dilakukan pada 2030—2040 dan diversifikasi hidrogen pada sektor transportasi (truk, pesawat, dan bus) pada 2040 hingga seterusnya.
3. Pembangkit listrik:
2030: 0
2060: 4,58 ton/tahun
4. Jargas:
2030: 7.904 ton/tahun
2060: 225.064 ton/tahun
(dov/spt)