Logo Bloomberg Technoz

Lain lagi dengan Panji Gautama, yang melakukan pengujian Starlink setelah tiga tahun pemesanan. Dengan peletakkan antena di bagian atas atap rumahnya di Cinere, Starlink secara otomatis mencari posisi paling ideal penangkapan sinyal.

Hasilnya didapat kecepatan download 290 Mbps dan upload 64 Mbps, dengan latensi 13 mn. Pengujian dengan catatan penggunaan satu perangkat yang terhubung pada Starlink yang sebelumnya menghabiskan waktu instalasi 20 menit.

Diketahui, untuk bisa berlangganan Anda bisa mendaftarkan diri ke situs resmi Starlink Indonesia. Ikuti petunjuk dan isi data diri sesuai permintaan. Paket paling murah, Anda bisa berlangganan Rp750.000 per bulan dengan biaya perangkat Rp7,8 juta. Total yang harus dibayarkan Rp8,8 juta karena ada tambahan Rp345.000 biaya penanganan dan ongkos kirim. Biaya awal dan berlangganan bulanan akan lebih mahal jika pilihan paket upgrade.

Tidak Selamanya Stabil di Atas 100 Mbps

Masih dari pengujian yang sama, diakui bahwa kecepatan internet Starlink bisa jauh menurun. Pemilik akun @drayanaindra menjelaskan dalam keadaan tidak terpakai monitor kecepatan Starlink berada di 10 Mbps. Saat jaringan terpakai moderat kecepatan internet akan naik bertahap.

Tangkapan layar test kecepatan internet. (Dok: X/@drayanaindra).

Sebagaimana umumnya internet berbasis satelit, kendala jaringan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) utama. Antena parabola harus memiliki open space, artinya bidang penerima atau penangkap sinyal satelit orbit rendah Starlink harus minim penghalang.  Beberapa pengguna meletakkan antena di atap rumahnya.

Ketidakstabilan atau gangguan jaringan masih berpotensi terjadi, utamanya karena fenomena alam seperti cuaca hingga badai matahari. Kondisi terakhir bahkan baru saja terjadi akhir pekan lalu. Badai matahari telah mengganggu sistem jaringan internet Starlink.

Meski jaraknya satelit yang mengorbit di area geostasioner lebih rendah dibandingkan perangkat tradisional, tetap saja badai matahari atau letusan massa korona (CME) mengacaukan kerja perangkat milik SpaceX. 

Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menambahkan bahwa Starlink sangat cocok dipakai di wilayah terpencil yang belum punya infrastruktur internet perkotaan. Untuk itulah dia tidak khawatir pangsa pasar provider yang menguasai jaringan kota akan diambil alih oleh Starlink Indonesia.

"Tidak usah khawatir, harganya nggak beradu lah. Dia cocok di 3T, kalau di kota harganya tidak akan kompetitif, dia kalah. Cocoknya di daerah-daerah. Masak Jakarta pakai satelit," ucap dia di kantornya awal bulan Mei.

Starlink. (Dok: Perusahaan)

Pemerintah melalui Kemenkominfo, lanjut Budi Arie, hanya mengurusi kelayakan dan standarisasi jaringan internet. Hingga saat ini perizinan Uji Laik Operasi (ULO), penyelenggara layanan Very Small Aperture Terminal (VSAT) dan Internet Service Provider (ISP), telah perusahaan dapatkan. Dalam waktu dekat Starlink Indonesia akan meresmikan kehadirannya di Bali.

Soal harga, "biar urusan market [pasar]. Sekarang dia mau ke [segmen] ritel ya silahkan aja, tidak apa-apa. Tidak usah terganggu gitu loh."

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong menambahkan bahwa kompetisi di industri telekomunikasi, khususnya  jasa internet, membuat pemain lama justru akan terpacu meningkatkan layanan.

Usman tegas menyebut bahwa regulotor menjalankan fungsi tata kelola di bidang telekomunikasi secara adil namun tetap kompetitif, kendati ada upaya mendorong Starlink lebih aktif menjangkau wilayah yang belum ada jaringan internet.

(fik/wep)

No more pages