“Kalau Kemenkeu merasa tekanan itu belum terlalu besar, mungkin tingkat urgensinya lebih rendah. Mungkin itu kemenkeu yang lebih tau,” lanjutnya.
Dalam kaitan itu, Arief mengatakan pemisahan DJP dari Kemenkeu bisa membuat Kementerian itu lebih fokus dalam mengatur kebijakan fiskal, utamanya mengatur pengeluaran pemerintah dalam rangka menstabilkan ekonomi RI.
Lebih lanjut, ia memandang rencana yang digagas oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto tersebut memang belum dalam tahapan final. Namun, secara teoritis pemisahan lembaga penerimaan dapat tercermin dari pemisahan tugas Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, hal tersebut membuat beberapa perubahan terkait penyesuaian tanggung jawab dan kewenangannya.
“Kalau dipisah itu keuntungannya BPN ga perlu khawatir tentang kebijakan fiskal, jadi mereka perlu konsentrasi meningkatkan dan memungut penerimaan negara,” kata Arief.
Untuk diketahui, pemerintah resmi memasukkan rencana pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 sebagai salah satu upaya meningkatkan penerimaan pajak sebesar 10% - 12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam dokumen rancangan awal RKP 2025, disebutkan bahwa optimalisasi pendapatan negara diarahkan dengan upaya perbaikan administrasi dan pemungutan pajak yang lebih efektif, serta turut mengoptimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Salah satu poin yang dicanangkan pemerintah untuk mencapai besaran tersebut adalah dengan adanya pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara.
“Pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara untuk meningkatkan tax ratio sehingga APBN dapat menyediakan ruang belanja yang memadai bagi pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” tulis dokumen rancangan awal RKP 2025.
(azr/lav)