"Faktor utama yang mendorong peningkatan penjualan adalah pembukaan proyek baru yang berhasil menarik minat konsumen," jelas Bank Indonesia dalam publikasi resmi yang dilansir hari ini, Kamis (16/5/2024).
Penjualan yang melaju itu berlangsung bahkan ketika harga rumah tidak terbendung kenaikannya. Hasil survei yang sama mencatat, harga hunian di pasar primer naik pada kuartal 1 lalu sebesar 0,57% qtq, lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang hanya naik 0,25%.
Kenaikan terutama terjadi di tipe rumah kecil yang naik hingga 0,67% qtq disusul tipe menengah 0,4% dan tipe besar 0,27%. Menghitung laju tahunan, kenaikan harga rumah pada kuartal 1-2024 mencapai 1,89% yoy, lebih tinggi dari kuartal akhir tahun lalu di 1,74%.
Secara spasial, dari 18 kota yang diamati dalam survei tersebut, Indeks Harga Properti Residensial di sembilan kota mencatat kenaikan, delapan kota mencatat perlambatan kenaikan harga dan hanya satu kota yang menunjukkan penurunan harga rumah.
Kota itu adalah Pekanbaru, Riau, yang mencatat penurunan harga 0,13% yoy. Sedangkan kenaikan terbesar harga rumah terjadi di Pontianak pada kuartal satu lalu hingga 4,68%, disusul oleh Samarinda 2,45% dan Denpasar 1,48%.
Adapun harga rumah di Bandar Lampung, Surabaya dan Balikpapan, mencatat kenaikan lebih kecil dibanding kuartal sebelumnya masing-masing 0,10%, lalu 0,34% dan 0,48%.
Bunga Mahal
Para pengembang masih lebih suka memakai dana internal untuk membiayai proyek perumahan mereka dengan pangsa mencapai 72,93%. Sebanyak 16,34% pengembang baru memakai pinjaman perbankan dan sebanyak 6,77% pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen atau pembeli rumah.
Bagi para pengembang, kendati saat ini lebih banyak mengandalkan dana internal dalam membiayai proyek baru, kenaikan BI rate ke 6,25% akan membuat minat memakai pinjaman bank semakin susut. Bunga kredit sektor ini bisa makin mahal. Artinya, karena sumber dana terbatas, bisa jadi agresivitas merilis proyek baru juga akan terpengaruh jadi melambat. Pasokan yang terbatas di tengah backlog yang masih tinggi, sulit membuat harga rumah turun.
Mengacu pada hasil asesmen terakhir BI terhadap Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan, yang dilansir pada 24 April lalu, suku bunga kredit konstruksi meningkat terbatas menjadi 7,64%. Sektor konstruksi juga tercatat masuk di kuadran 1 yang berarti suku bunga tinggi dan rasio kredit bermasalah tinggi, dibandingkan 9 sektor ekonomi lain.
Kredit investasi sektor konstruksi terkontraksi alias turun 6,4% yoy pada Maret, terendah sejak Desember. Sedangkan kredit investasi sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan masih naik 17,6% yoy.
Adapun kredit modal kerja di sektor konstruksi juga melemah jadi hanya tumbuh 0,1% yoy pada Maret dari 3,7% di bulan sebelumnya. Sedang di sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sedikit melambat jadi 20,3% dari 21% pada Februari.
Bunga KPR
Bagi konsumen, kenaikan BI rate mungkin akan lebih berdampak mengingat selama ini pembelian rumah di pasar primer kebanyakan memakai Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dari bank. Pembelian rumah primer oleh konsumen memakai KPR atau KPR pangsanya mencapai hingga 76,25%, disusul pembayaran skema tunai bertahap 16,6% dan tunai 7,17%.
BI mencatat, pada kuartal 1 lalu, pertumbuhan penyaluran kredit KPR dan KPA melambat, hanya naik 6,83% dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai 12,17% yoy. "Realisasi KPR dan KPA yang melambat adalah karena penurunan penyaluran KPR dan KPA pada tiga bulan terakhir," jelas BI.
Kenaikan BI rate pada Oktober tahun lalu mungkin berimbas pada angka tersebut. Dengan kini, BI rate sudah naik lagi bulan lalu, efeknya mungkin bisa semakin panjang.
Melihat pergerakan bunga kredit, hasil asesmen BI yang dirilis 24 April, menyebut, Rata-Rata Bergerak (RBB) tiga bulan suku bunga kredit baru perbankan masih mencatat kenaikan 12 bps dari 9,86% menjadi 9,98%. Meski bila melihat bulan Maret saja, suku bunga kredit baru mencatat penurunan 30 bps menjadi 9,79% dibanding bulan sebelumnya.
(rui/aji)