Logo Bloomberg Technoz

"Makin besar [pabriknya], makin tidak efisien. Tanaman tebu itu berkumpul di satu lahan, dua lahan, berkelompok-kelompok [tidak] mungkin itu bisa dibangun pabrik besar," jelasnya.

Lahan tebu di Austraila./Bloomberg-Carla Gottgens

Dia menggambarkan, apabila lahan yang ditanam hanya 20.000 hektare, diperlukan kira-kira 10 pabrik gula berukuran sedang; dengan asumsi satu pabrik membutuhkan biaya pengembangan senilai Rp2 triliun.

Dengan demikian, lanjutnya, apabila pemerintah tetap mengembangkan 2 juta hektare lahan tebu, maka diperlukan sekiranya 100 pabrik gula berukuran sedang.

"Satu pabrik gula ukuran sedang ini membutuhkan minimal Rp2 triliun. Ini 100 pabrik gula butuh berapa triliun? Sudah setara dengan APBN kita," katanya. 

"Jangan memandang Merauke ke itu seperti Bekasi, Karawang yang tanahnya sudah begitu jadi, kita harus bijak lokasinya," tegasnya. 

Kendala Infrastruktur

Di sisi lain, Soemitro menyoroti permasalahan infrastruktur untuk menanam tebu di Merauke. Dia lantas mempertanyakan bagaimana konsep pemerintah dalam mengembangkan lahan tebu dan pabrik gula yang akan menjadi satu kesatuan ekosistem alias terintegrasi di sana.

"Tidak mungkin itu tanah kosong pasti itu tanah tandus. Kalau subur pasti ada tumbuhannya, tingkat kerataannya bagaimana? Pengairannya bagaimana? Sistem pembuangan airnya bagaimana? Banyak hal yang itu butuh survei yang lama, tidak sebentar untuk mendirikan pabrik gula," jelasnya.

"Pabrik ini harus mengikuti kebun, atau kebunnya mengikuti pabrik, keduanya harus berjalan bareng."

Soemitro meminta agar pemerintah lebih banyak mengkaji ulang atau melakukan secara bertahap mengenai rencana pembangunan pabrik gula di Merauke lantaran masih terdapat beberapa infrastruktur yang harus dibenahi seperti akses jalan, hingga kelistrikan.

Pabrik gula Wilmar di Australia./Bloomberg-Carla Gottgens

Proyek lahan tebu Merauke merupakan bagian dari penugasan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/2024.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot kepada Bloomberg Technoz sebelumnya menyampaikan terdapat 5 pabrik gula yang akan dibangun di Merauke untuk mengolah tebu dari luas kebun sekitar 400.000 ha dalam satu ekosistem rantai pasok.

"Untuk pabrik gula dan bioetanol, investor yang sudah mulai melaksanakan kegiatan di lapangan yaitu PT Global Papua Abadi dan konsorsium yang terdiri dari 9 badan usaha," kata Yuliot.

Total nilai investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan 2 juta ha lahan tebu di Merauke ini hampir mencapai US$8 miliar atau setara Rp130 triliun (asumsi kurs Rp16.252,15).

Nantinya, lahan tesrsebut akan terbagi menjadi 4 klaster, dengan klaster 3 bakal dikembangkan lebih dahulu pada kuartal I-2024.

Untuk diketahui, PT Global Abadi Papua (GPA) yang terlibat di dalam proyek swasembada gula dan bioetanol di Merauke itu diketahui didirikan pada 2012 dengan SK Notaris No. 22749 pada 30 April 2012.

PT GPA telah memiliki izin usaha untuk areal seluas 34.626 ha di Merauke dengan Nomor Izin IUP-B 11/04/2014. Pemegang saham perusahaan ini sebagian besar milik PT Mega Makmur Semesta yang dimiliki oleh Sulaidy dan Hui Tin.

Perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam (SDA) ini berkantor pusat di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan, dan menjadi salah satu perusahaan yang berinvestasi untuk perkebunan dan pabrik tebu dalam upaya untuk swasembada gula selain nama besar lainnya seperti PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) atau Sugar Co dan Wilmar Group.

(prc/wdh)

No more pages