"Tekanan yang ada [terhadap penjualan rumah] terjadi karena adanya beberapa informasi dan kekhawatiran dari kenaikan suku bunga. Kalau informasi ini ke masyarakat tidak sampai, ternyata kenaikan suku bunga naik 0,25 basis poin itu tidak secara in line berpengaruh kepada suku bunga KPR, apalagi bunga KPR di awal relatif lebih kecil bahkan masih banyak yang bawah 5%," jelas Joko.
Joko menjelaskan perbankan biasanya memberikan alternatif cara pembayaran angsuran untuk menyikapi kenaikan suku bunga KPR.
Angsuran tersebut, lanjutnya, juga bisa direncanakan oleh pengembang, misalnya dengan menetapkan batasan cicilan untuk 1—3 tahun pertama dengan suku bunga tertentu, guna memberikan efek psikologis terhadap besaran angsuran yang lebih ringan.
Adapun, menanggapi keluhan konsumen terkait dengan mahalnya biaya pembelian rumah, Joko menekankan pemerintah semestinya memberikan solusi untuk mengatasi kondisi ekonomi yang memengaruhi pendapatan masyarakat, khususnya bagi kalangan yang belum bisa membeli rumah.
"Seperti yang diharapkan pemerintah, tentu ini perlu sebuah terobosan baru. Salah satunya adalah mungkin yang tadinya dijadwalkan untuk Juni ini PPN DTP 100%, kemungkinan kita harapkan agar PPN DTP-nya ini dipermudah."
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memperpanjang insentif bebas PPN bagi sektor properti sampai Desember 2024.
Dengan demikian, konsumen akan memperoleh insentif bebas PPN 100% bagi transaksi serah terima properti yang berlangsung mulai 1 Januari—30 Juni 2024. Adapun, serah terima yang berlangsung 1 Juli—31 Desember 2024 akan memperoleh insentif bebas PPN 50%.
Hal itu disahkan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 7/2024 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah (DTP) Tahun Anggaran 2024.
Adapun, insentif PPN DTP sudah berjalan sejak November 2023. Dengan diterbitkannya PMK No. 7/2024, insentif tersebut dapat direalisasikan untuk masa Januari—Desember 2024.
(wdh)