“Iya [konteksnya soal Pertamax Green 92], bukan pergantian Pertalite, tetapi wacana seperti yang disampaikan Pertamina untuk BBM yang lebih ramah lingkungan,” ujar Saleh kepada Bloomberg Technoz, Rabu (15/5/2024).
Selain itu, pernyataan Saleh pada Selasa (15/5/2024) sebenarnya juga hanya mengamini bahwa terdapat wacana untuk peralihan Pertalite menjadi Pertamax Green 92.
Saleh mengatakan, secara ideal, pemerintah memang seharusnya memberikan subsidi kepada BBM yang berkualitas. Walhasil, lanjutnya, muncul wacana termasuk dari Pertamina untuk mengkaji peralihan BBM dengan research octane number (RON) 90 alias Pertalite menjadi bahan bakar dengan RON 91 ke atas.
“[Rencana menggeser skema kompensasi Pertalite ke] Pertamax Green 92, memang idealnya yang diberikan subsidi itu BBM yang lebih berkualitas, idealnya begitu,” ujar Saleh saat ditemui di ICE BSD, Selasa (14/5/2024).
“Makanya, muncul wacana termasuk dari Pertamina untuk mengkaji perubahan dari Pertalite ke RON 91 ke atas sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan [LHK] No. 20/2017 tentang Emisi, itu pegangan, sulfurnya sekian, tetapi RON 91 ke atas," terangnya.
Kesiapan Infrastruktur
Saleh menganggap wacana peralihan 'subsidi' —atau lebih tepatnya dana kompensasi— dari Pertalite ke Pertamax Green 92 merupakan rencana baik. Terlebih, bila pemerintah memiliki rencana untuk menjadikan Pertamax Green 92 yang berbasis bioetanol sebagai jenis BBM khusus penugasan (JBKP) pengganti Pertalite.
Namun, ujarnya, pemerintah tentu perlu mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, harga, dan ketersediaan bioetanol.
“Pemerintah perlu mempetimbangkan harga, kesiapan infrastruktur dalam negeri, bioetanol terutama kan 5%—7%, harus dipikirkan sumber dari mana dan harga. Namun, menurut saya secara personal, itu bagus ya,” ujar Saleh.
Dengan demikian, bila merujuk pada pernyataan Saleh, tidak benar bahwa pemerintah memiliki rencana untuk memberikan kompensasi —apalagi subsidi— kepada BBM jenis Pertamax.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyinggung pemerintah memang tengah melakukan perhitungan untuk memberikan subsidi kepada bahan bakar bioetanol.
Dia tidak menjelaskan dengan gamblang apakah bioetanol sudah pasti akan digunakan untuk mengganti BBM Pertalite atau Pertamax. Namun, Luhut mengonfirmasi bahwa peralihan dari Pertalite ke bioetanol memang menjadi target pemerintah untuk menyelesaikan masalah polusi udara.
“Nanti kita lihat dahulu [untuk pengganti Pertalite atau Pertamax]. Harus ke sana larinya [etanol dicampur dengan Pertalite]. Ya, tetap kita subsidi [BBM bioetanol], lagi kita hitung supaya targetnya yang kita subsidi adalah orang yang pantas disubsidi,” ujar Luhut saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2024).
Menurut Luhut, BBM bioetanol bisa dikembangkan melalui berbagai bahan baku seperti jagung, tebu, hingga rumput laut. Luhut juga menggarisbawahi pemerintah tengah mengembangkan 2 juta hektare (ha) lahan tebu di Merauke, Papua Selatan.
Dimintai konfirmasi secara terpisah, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menyebut pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite atau Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
Untuk diketahui, Pertamina juga pernah menyatakan rencana untuk hanya menjual tiga jenis bensin, yang diklaim lebih ramah lingkungan. Dari ketiganya, tidak akan ada lagi Pertalite RON 90.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan jenis bensin yang akan dijual perseroan adalah Pertamax Turbo, Pertamax Green 92, dan Pertamax Green 95.
Adapun, Pertalite akan bertransformasi dari RON 90 menjadi 92 dengan jenama Pertamax Green 92. Bahan bakar tersebut, kata Nicke, merupakan bauran antara Pertalite dengan bahan bakar berbasis nabati (BBN) berbasis etanol 7% atau E7.
"Ini sudah sangat pas. Pertama, aspek lingkungan bisa turunkan karbon emisi. Kedua, mandatori bioetanol bisa kita penuhi. Ketiga, kita menurunkan impor bahan bakar. Mohon dukungan, agar kami mengeluarkan Pertamax Green 92," tegas Nicke dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8/2023).
(wdh)