Seperti yang diwartakan Bloomberg News, meskipun ada kenaikan, rincian dalam PPI akan memberikan kelegaan bagi para investor dan pejabat Federal Reserve karena kategori-kategori utama yang menjadi dasar ukuran inflasi yang diinginkan oleh bank sentral lebih diredam.
Namun, pelaku pasar belum bisa bernafas lega karena masih ada data penting lagi yang akan keluar nanti malam, yaitu Inflasi Harga Konsumen AS untuk April.
Bila inflasi inti pada April sesuai ekspektasi atau lebih rendah, itu akan menjadi kabar baik bagi pasar, demikian juga sebaliknya. Di sisi lain, sejumlah pejabat Federal Reserve masih melontarkan pernyataan yang nadanya Hawkish.
Terbaru, Gubernur The Fed Kansas Jeffrey Schmid menyatakan, suku bunga acuan bisa berada di level tinggi dalam waktu beberapa lama. Kebijakan restriktif The Fed saat ini sudah ada di tempat yang benar dan menurutnya pemegang kebijakan akan bersabar menunggu data-data terbaru untuk mengkaji lebih lanjut.
Survei yang dilakukan oleh 22V Research menunjukkan 49% investor memperkirakan reaksi pasar terhadap laporan CPI akan bersifat "Risk-On" (Optimis) - sementara hanya 27% yang mengatakan "Risk-Off" (Pesimis).
"Investor mengharapkan inflasi melandai di bulan April," kata Anthony Saglimbene dari Ameriprise.
"Bahkan jika penurunannya sedikit, pasar mencari bukti lebih lanjut bahwa tren penurunan inflasi tetap utuh dan, yang penting, tidak sedang dalam proses kenaikan kembali,” jelasnya.
Dari dalam negeri, Penjualan Ritel berhasil mencatatkan pertumbuhan mencapai 9,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Maret, melonjak positif dari 6,4% yoy di bulan sebelumnya.
Ini menandakan ekspansi Penjualan Ritel selama 10 bulan berturut-turut dengan laju tercepat sejak Maret 2022 seiring dengan meningkatnya belanja masyarakat selama bulan Ramadan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang tercatat sebesar 235,4 atau tumbuh sebesar 9,3% yoy.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), Bank Indonesia memaparkan Penjualan Eceran tumbuh 9,9% mtm, meningkat tajam dari bulan sebelumnya yang tumbuh 1,7% mtm. Mayoritas kelompok mencatatkan pertumbuhan positif, tertinggi pada sub kelompok sandang, diikuti peralatan informasi dan komunikasi, suku cadang dan aksesori, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Adapun kinerja Penjualan Eceran pada April 2024 diproyeksikan terus melanjutkan tren pertumbuhan, baik secara tahunan maupun bulanan. Hal tersebut tercermin dari Indeks Penjualan Riil pada April mencapai 243,2, bertumbuh 0,1% yoy.
Ditambah lagi, sentimen positif datang dari data ekspor Indonesia yang diperkirakan tumbuh positif pada April. Neraca Perdagangan pun diramal kembali membukukan surplus.
Badan Pusat Statistik rilis data perdagangan internasional Indonesia April pada Rabu siang ini. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan ekspor tumbuh 4,57% yoy. Membaik dibandingkan Maret yang terkontraksi (tumbuh negatif) 4,19% yoy.
Jika terwujud, maka ini akan menjadi pertumbuhan positif pertama sejak Mei 2023 atau hampir setahun.
Saat ekspor membaik, impor malah melambat. Konsensus Bloomberg memperkirakan impor pada April tumbuh 7,15% yoy. Lebih rendah ketimbang Maret yang melesat 12,76% yoy.
Jika terwujud, maka neraca perdagangan akan membukukan surplus selama 48 bulan beruntun. Kali terakhir Neraca Perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020.
Dalam 20 tahun terakhir, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua. Hanya kalah dari Februari 2004-Maret 2008 atau 50 bulan beruntun.
(fad)