Sejumlah saham mencatat kenaikan luar biasa dan menjadi top gainers. Di antaranya adalah PT Chemstar Indonesia Tbk (CHEM) yang melonjak 35%, PT Xolare Rcr Energy Tbk (SOLA) dan PT Kedaung Indah Can Tbk (KICI) melesat masing-masing 29,6% dan 28,4% serta PT Wahana Inti Makmur Tbk (NASI) bertambah 14,8%.
Sedangkan sejumlah saham yang melemah dan menjadi top losers di antaranya PT MPX Logistics International Tbk (MPXL) yang anjlok 17,2%, PT Golden Flower Tbk (POLU) jatuh 14,6%, dan PT Astra International Tbk (Saham ASII) ambruk 9,75%.
IHSG menjadi sedikit dari sekian Bursa Asia yang menetap di zona merah, indeks Hang Seng (Hong Kong) melemah 0,21%, CSI 300 (China) drop 0,21%, dan Shanghai Composite (China) merah 0,07%.
Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam di Asia, ada di antara deretan indeks saham China kawasan.
Sementara Bursa Saham Asia lainnya berhasil menutup hari di zona hijau i.a indeks TW Weighted Index (Taiwan), SENSEX (India), Nikkei 225 (Tokyo), Shenzhen Comp. (China), Straits Times (Singapura), Topix (Jepang), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), KLCI (Malaysia), SETI (Thailand), Kospi (Korea Selatan), dan PSEI (Filipina), dan yang menguat masing-masing 0,61%, 0,52%, 0,46%, 0,35%, 0,29%, 0,25%, 0,25%, 0,19%, 0,18%, 0,11%, dan 0,06%.
Dari dalam negeri, depresiasi rupiah menjadi sentimen negatif bagi IHSG. Sepanjang hari ini hingga tutup dagang, rupiah kembali lesu di hadapan dolar Amerika Serikat.
Pada pukul 16.40 WIB, US$ 1 setara dengan Rp16.100. Rupiah melemah 0,12%.
Bahkan pagi tadi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka langsung melemah dalam pembukaan perdagangan pasar spot, Selasa (14/5/2024) sekaligus menjadi mata uang Asia dengan pelemahan terdalam pagi tadi.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah spot dibuka langsung ambles ke Rp16.130/US$ pada pukul 09.05 WIB, tertekan mencapai 0,31% nilai dari posisi penutupan hari sebelumnya.
Tekanan yang dihadapi berasal dari sikap para investor yang memilih menahan diri, wait and see jelang rilis data inflasi Amerika Serikat dalam dua hari berturut-turut, yakni Inflasi Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) pada Selasa malam dan Inflasi Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) pada Rabu malam, yang diperkirakan akan menunjukkan moderasi namun tetap terlalu tinggi untuk menjamin dimulainya pemangkasan suku bunga acuan.
Pasar memperkirakan inflasi AS April sebesar 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sama dengan inflasi pada Maret.
Sementara dibandingkan April tahun lalu (year-on-year/yoy), laju inflasi diperkirakan ada di angka 3,4%, sedikit melambat dibandingkan Maret kemarin yang sebesar 3,5%. Sedangkan inflasi inti secara tahunan diperkirakan 3,6%, juga melambat dibandingkan Maret yang 3,8%.
Inflasi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Sentral Federal Reserve untuk menentukan kebijakan moneter, termasuk suku bunga acuan.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, fokus perhatian investor akan tertuju pada rilis data Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) pada April AS, dengan ekspektasi inflasi tumbuh melambat, setelah selama tiga bulan secara mengejutkan keluar lebih tinggi dari estimasi.
“Angka inflasi yang keluar lebih rendah akan memperkuat spekulasi bahwa Bank Sentral AS (Federal Reserve) dapat memangkas suku bunga paling cepat bulan Juli, yang saat ini peluang terjadinya diperkirakan sebesar 25%,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Sebaliknya, angka inflasi yang keluar lebih tinggi dapat menunda pemangkasan suku bunga hingga setelah September. Investor minggu ini juga akan memantau rilis data ekonomi AS yang lain seperti Producer Price Index (PPI), Penjualan Ritel, dan Initial Jobless Claims.
(fad/ain)