Logo Bloomberg Technoz

Dalam draf RUU Penyiaran tertanggal 27 Mei 2024 terdapat sejumlah pasal yang dikritik karena berpotensi mengancam kebebasan pers. Pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran, yakni Pasal 8A huruf q dan Pasal 50 B Ayat 2 huruf c. 

Pasal 8A huruf q memberikan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Padahal selama ini kewenangan tersebut merupakan tugas Dewan Pers yang mengacu pada Undang-Undang Pers.   

Kemudian Pasal 50 B Ayat 2 huruf c mengatur larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Dalam catatan rapat pembahasan draf RUU ini, Komisi I beralasan pasal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya monopoli penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang hanya dimiliki oleh satu media atau satu kelompok media saja. 

Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengungkapkan, laporan jurnalistik investigasi sebaiknya dikontrol oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini karena laporan investigasi jurnalistik ada yang beririsan dengan materi penyidikan yang sedang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum.

“Maka sebaiknya itu sedikit penyeimbang. Lalu bagaimana materinya ya diatur dalam aturan KPI. Saya sendiri setuju tidak usah ada pembatasan. Biarkanlah masyarakat yang mengontrol, tetapi tentu kami harus mendengar beberapa [masukan] baik positif dan negatifnya dari hasil investigasi,” kata TB Hasanuddin usai rapat paripurna, Selasa (14/5/2024).

Hasanuddin menyebut dalam rapat Komisi I DPR terdapat pihak pro dan kontra RUU penyiaran tersebut. Namun, Komisi I akan mendiskusikannya lebih lanjut dalam rapat Badan Legislasi. 

“Kami akan tampung semua dan kemudian kita akan selesaikan nanti di dalam pembahasan antara Baleg dan komisi,” tuturnya.

(mfd/ain)

No more pages