Logo Bloomberg Technoz

Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers di antaranya PT MPX Logistics International Tbk (MPXL) yang anjlok 14,4% PT Citra Tubindo Tbk (CTBN) yang jatuh 10%, dan PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk (AIMS) yang ambruk 10%.

Indeks saham utama Asia lainnya justru menguat. I.a. Weighted Index (Taiwan), Shenzhen Comp. (China), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), SETI (Thailand), KLCI (Malaysia), NIKKEI 225 (Tokyo), KOSPI (Korea Selatan), dan PSEI (Filipina), yang berhasil menguat dengan laju masing-masing 0,46%, 0,41%, 0,31%, 0,23%, 0,19%, 0,13%, 0,07%, dan 0,03%.

Di sisi berseberangan, IHSG (Indonesia), Hang Seng (Hong Kong), Shanghai Composite (China), TOPIX (Jepang), dan dan Straits Time (Singapura), yang terkoreksi masing-masing 0,23%, 0,13%, 0,12%, 0,10%, dan 0,06%.

Jadi, IHSG adalah indeks dengan pelemahan paling buruk dan paling dalam di Asia.

Sentimen yang menggerakkan indeks dalam negeri hari ini datang dari nilai tukar Rupiah yang tadi pagi dibuka melemah pada Selasa hari ini (14/5/2024), dan menjadi mata uang Asia dengan pelemahan terdalam di Asia. 

Tekanan yang dihadapi oleh regional Asia tidak bisa dilepaskan dari sikap para investor yang memilih menahan diri, wait and see jelang rilis data inflasi Amerika Serikat dalam dua hari berturut-turut, yakni Inflasi Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) pada Selasa malam dan Inflasi Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) pada Rabu malam.

Data inflasi itu akan memberi petunjuk lanjutan tentang prospek kebijakan suku bunga acuan Federal Reserve di sisa tahun ini. Sinyal Hawkish sebelumnya telah terlontar oleh beberapa pejabat tinggi Bank Sentral The Fed. Yang terbaru adalah pernyataan dari Federal Reserve Vice Chair Philip Jefferson yang menyatakan belum ada kebutuhan bagi Bank Sentral untuk memangkas bunga acuan sampai ada bukti lebih lanjut bahwa inflasi telah berada di jalur penurunan menuju target 2%.

"Risiko utama adalah data CPI yang lebih tinggi," kata Andrew Tyler dari JPMorgan Chase & Co., seperti yang diwartakan Bloomberg News.

"Tetapi, data makro mendatang menciptakan risiko dua arah– dengan satu terkait dengan pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan yang memicu kekhawatiran inflasi dan lainnya adalah pertumbuhan yang lebih lemah yang memicu kekhawatiran resesi atau stagflasi,” terangnya.

Pasar memperkirakan inflasi AS April sebesar 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sama dengan inflasi pada Maret.

Sementara dibandingkan April tahun lalu (year-on-year/yoy), laju inflasi diperkirakan ada di angka 3,4%, sedikit melambat dibandingkan Maret kemarin yang sebesar 3,5%. Sedangkan inflasi inti secara tahunan diperkirakan 3,6%, juga melambat dibandingkan Maret yang 3,8%.

Inflasi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Sentral Federal Reserve untuk menentukan kebijakan moneter, termasuk suku bunga acuan.

Dini hari tadi waktu Indonesia, 3 indeks utama di Wall Street finis di zona yang bervariasi.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menetap di zona merah dengan pelemahan mencapai 0,21% dan juga S&P 500 yang terpeleset 0,02%. Nasdaq Composite justru berhasil menguat 0,29%.

(fad)

No more pages