“Ini cenderung terjadi di pasar-pasar negara berkembang di mana sensitivitasnya cukup tinggi terhadap kekuatan dolar AS dan hal ini dapat dengan cepat mempengaruhi pengaturan kebijakan dalam negeri.”
Trivedi mengatakan bahwa negara-negara seperti Indonesia, Korea Selatan dan China mungkin akan mengalami tekanan yang lebih besar, namun dampaknya akan terasa secara luas, dengan mengutip keputusan-keputusan suku bunga minggu lalu di Meksiko dan Brasil.
Meksiko mempertahankan suku bunga, sementara Brasil memperlambat laju siklus pelanggarannya menjadi seperempat poin.
“Kedua negara ini dapat dikatakan telah mengambil langkah-langkah yang lebih hawkish dalam menanggapi kondisi makro dan pasar global,” daripada yang dibutuhkan oleh situasi domestik mereka, kata Trivedi.
Pasar saat ini mau melihat laporan inflasi AS pada hari Rabu untuk memandu ekspektasi mereka tentang kapan bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) akan mulai menurunkan suku bunga.
Para trader memperkirakan penurunan suku bunga pada bulan November, sementara di awal tahun mereka melihat sebanyak enam kali di sepanjang 2024.
Penundaan pelonggaran moneter telah mendukung dolar dan membebani bank-bank sentral lainnya, di mana mereka harus mempertimbangkan menurunkan suku bunga guna membantu perekonomian. Atau justru mempertahankan mata uang dengan sikap moneter yang lebih ketat.
Laporan inflasi “kemungkinan akan menentukan arah pergerakan dolar dan banyak mata uang terhadap dolar. Ekspektasi dasar kami, bagaimanapun, adalah bahwa ketika kita melewati bulan-bulan mendatang, kita akan melihat ECB dan Bank of England memangkas suku bunga lebih awal dan mungkin lebih banyak daripada The Fed dan itu akan membuat dolar berada di level yang lebih kuat untuk waktu yang lebih lama,”katanya.
“Kekuatan dolar akan terkikis secara perlahan-lahan.”
(bbn)