Logo Bloomberg Technoz

Akibat beberapa perkembangan tersebut, Mahendra memprediksi Bank Sentral AS atau The Fed akan terus menahan suku bunga acuannya pada waktu dekat ini.

"Hal ini mendorong kembalinya ekspektasi suku bunga higher for longer menjadi menurun. Artinya, perkiraan terjadinya pemotongan tingkat Fed Fund Rate dalam waktu dekat berkurang," ungkapnya.

Terkait itu, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BoE) dihadapkan dilema berupa pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang masih tumbuh tinggi, Mahendra berpendapat.

Ia menjelaskan bahwa pasar memiliki ekspektasi bahwa kedua Bank Sentral itu akan menurunkan suku bunga acuannya, demi mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.

“Berbeda dengan The Fed, dilain pihak Bank Sentral Eropa yaitu ECB dan Bank Sentral Inggris dihadapkan pada dilema antara pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan Eropa,” ucap Mahendra.

Sementara itu China dipandang dia justru mencatatkan beberapa kinerja ekonomi yang di atas ekspektasi pasar. Namun permintaan domestik China masih mengalami pelemahan, catatan Mahendra.

Lebih lanjut, ia menilai perekonomian domestik mengalami peningkatan yang mengindikasikan pemulihan permintaan pada periode pemilihan umum (pemilu) dan bulan Ramadan.

“Sektor manufaktur juga mengalami peningkatan kinerja, didorong naiknya volume pesanan dan produksi baru. Hal itu merefleksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024, menjadi 5,11% dari tahun ke tahun, dibandingkan pertumbuhan pada kuartal IV 5,04%,” ucapnya.

Kendati demikian, Mahendra tetap mencermati normalisasi pertumbuhan ekonomi yang mungkin terjadi. Sebab, periode pemilu dan Ramadan yang dapat mengkerek ekonomi RI telah berakhir dan normalisasi harga komoditas juga masih berlanjut sehingga menekan pertumbuhan ekspor RI.

(azr/wep)

No more pages