Logo Bloomberg Technoz

“Bagaimana membuat UMKM di Asean lebih produktif akan tergantung pada kebijakan yang diambil. Tantangan utamanya sekarang adalah rendahnya indeks inklusi finansial. Di Indonesia, indeks inklusi finansial mencapai 70%, sedangkan rerata Asean 40%. Salah satu masalahnya adalah sulitnya mengakses layanan keuangan formal bagi UMKM,” jelas Sri Mulyani. 

Guna menjebatani isu tersebut, kata Sri Mulyani, Indonesia mengusulkan beberapa rangkaian kebijakan untuk mempromosikan literasi digital bagi UMKM di Asean. Pertama, melalui kejelasan data yang dapat membedakan kapasitas, tingkat inklusi, kualitas, dan institusi yang berperan bagi UMKM.

Kedua, menyediakaaan fasilitas digital di luar kredit bagi UMKM. Misalnya, sistem pembayaran digital.

Penyaluran Kredit Perbankan (Sumber: BI)

“Sejak pandemi, sistem pembayaran digital terbukti membawa dampak besar bagi kinerja UMKM. E-payment itu sangat mudah dan bersifat direct, bahkan transaksi sekecil apa pun dapat difasilitasi oleh e-payment dengan biaya yang murah,” ujarnya. 

Makin banyak UMKM yang menggunakan layanan pembayaran digital, kata Sri Mulyani, makin besar pula basis data yang bisa dihimpun untuk memetakan performa usaha skala kecil. Data-data tersebut nantinya dapat digunakan untuk menentukan akses pendanaan bagi UMKM, meningkatkan interkoneksi, transaksi lintas batas, pembayaran cepat, remitansi digital, hingga perajanjian mata uang lokal. 

“Pemilik big data [mahadata] dari e-payment ini adalah pemenang. Siapa yang mengendalikan data, dia yang mengendalikan permainan. Itulah mengapa sangat penting juga untuk memperkuat aspek perlindungan data bagi UMKM di Asean,” lanjutnya.

Ketiga, menyediakan infrastruktur digital publik dan pusat data yang dapat mentransimisikan kebijakan pemerintah secara akurat. Infrastruktur digital tersebut, kata Sri Mulyani, hasus menyediaakan standar yang akuntable untuk memudahkan UMKM bergabung dalam rantai pasok (suppply chain) di kawasan. 

Transaksi pembayaran via ekosistem pembayaran digital GOTO. (Dok gotocompany.com)

GMV Pembayaran Digital

Sekadar catatan, nilai transaksi bruto atau gross merchandize value (GMV) industri pembayaran digital di Asean pada 2025 diproyeksi menembus US$ 1 triliun. Sayangnya, prevalensi transaksi uang tunai di kawasan tersebut masih terbilang tinggi.

Managing Director, Chief Compliance Officer Gopay Budi Gandasoebrata mengatakan penggunaan transaksi tunai di Indonesia, misalnya, mencapai 100% pada 2010. Namun, 10 tahun kemudian, prevalensi tersebut hanya turun menjadi 96%, menurut laporan McKinsey Global Payments Report.

Budi membandingkan RI dengan Malaysia, di mana penggunaan transaksi tunai pada 2010 mencapai 93% dan terus turun menjadi 72% dalam satu dekade setelahnya atau pada 2020. 

“Transaksi tunai masih sangat prevalen. Artinya, sebenarnya masih ada potensi yang sangat besar bagi industri pembayaran digital untuk terus tumbuh. Di Asia Tenggara, GMV industri pembayaran digital diproyeksi menembus US$ 1  triliun pada 2025,” ujarnya di sela seminar tingkat tinggi bertajuk From Asean to the world : Payment System in Digital Era, yang merupakan rangkaian dari pertemuan AFMGM di Nusa Dua, Selasa (28/3/2023).

Berdasarkan potensi yang ada, Budi mengestimasikan nilai industri pembayaran digital di Indonesia pada 2025 menembus US$ 421 miliar, naik dari posisi 2022 senilai US$ 256 miliar. 

Proyeksi tersebut merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara Asean lain. Nilai industri pembayaran digital di Singapura pada 2025, misalnya, diestimasikan mencapai US$ 199 miliar, naik dari US$ 197  miliar pada 2022.

“Potensi pasar Indonesia memang sangat besar, tetapi masih banyak pekerjaan rumah dalam menaikkan keberterimaan layanan pembayaran digital. Misalnya, bagaimana menjangkau perdesaan dan bagaimana memigrasikan kebiasaan orang-orang dari transaksi tunai ke digital,” ujar Budi.

Menurutnya, jika prevalensi transaksi nontunai di Indonesia makin tinggi, akan ada makin banyak data digital yang dapat dimanfaatkan untuk membangun sistem penilaian kredit dan pencairan pinjaman dengan lebih mudah. 

“Saya berharap dalam beberapa tahun ke depan, orang-orang akan lebih toleran meninggalkan dompetnya di rumah ketimbang ponselnya,” ujarnya. 

(wdh/roy)

No more pages