Awas Godaan Paylater, Hitung Cermat Sebelum Terlambat
Ruisa Khoiriyah
14 May 2024 13:20
Bloomberg Technoz, Jakarta - Gaya hidup konsumtif memakai duit pinjaman agaknya semakin akrab dalam keseharian masyarakat Indonesia, terutama kalangan usia produktif, milenial dan Gen Z. Penggunaan fasilitas 'Buy Now Pay Later', yang di Indonesia dikenal sebagai paylater, setali tiga uang dengan kian akrabnya masyarakat muda saat ini dengan pinjaman online.
Kian gandrung masyarakat berutang untuk pengeluaran konsumtif bahkan untuk pembelian-pembelian yang nilainya kecil, di satu sisi mungkin bagus bagi perekonomian: masyarakat tergerak belanja, penjualan tumbuh, pabrik ekspansi, rekrutmen karyawan berlanjut, ekonomi berputar.
Namun, di sisi lain, maraknya tawaran jajan memakai utang dengan paylater ataupun pinjol di kala literasi keuangan masih rendah, bisa menjadi kabar buruk bagi kesehatan keuangan pribadi yang lama-lama bisa berdampak juga pada ekonomi keseluruhan.
Berdasarkan data terbaru yang dilansir oleh Otoritas Jasa Keuangan, sampai akhir Maret lalu, nilai pinjaman online bermasalah mencapai Rp6,18 triliun pada akhir Maret, terdiri atas pinjol yang macet (menunggak lebih dari 90 hari) sebesar Rp1,84 triliun dan pinjol tidak lancar (menunggak pembayaran antara 30-90 hari) mencapai Rp4,35 triliun. Adapun nilai utang paylater bermasalah yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan mencapai Rp193 miliar atau 3,15% dari outstanding paylater sebesar Rp6,13 triliun.
Tren paylater dan pinjol bermasalah menjadi perhatian terutama ketika debitur bermasalah platform pinjaman terbaru itu didominasi oleh usia muda. Data yang pernah dilansir oleh Pefindo Biro Kredit, seperti dilansir oleh media lokal, dari sebanyak 13,4 juta pengguna paylater hingga akhir 2023, debitur (peminjam) milenial yang berusia 28-42 tahun tahun ini, mendominasi pemakaian paylater sebanyak 6,99 juta orang. Sedangkan debitur Gen Z yang tahun ini usianya di bawah 27 tahun mencapai 4,59 juta orang.