Logo Bloomberg Technoz

“[Akan tetapi], PGN juga berharap agar [pemerintah melakukan] tinjauan terhadap implementasi HGBT dan dampaknya [harus dipastikan] dapat memberikan solusi optimal bagi seluruh pelaku rantai bisnis, serta pendapatan negara,” tuturnya.

Dia pun memastikan, apabila program HGBT memang dilanjutkan selepas 2024, PGN akan tetap menjalankan kegiatan operasional dan investasi utilisasi  gas bumi agar dapat menciptakan manfaat yang makin luas bagi Indonesia.

Merugikan Negara

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengestimasikan penurunan penerimaan negara dari selisih harga yang timbul imbas kebijakan HGBT mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp15,6 triliun.

Angka tersebut dihitung berdasarkan perkiraan selisih harga yang semestinya diterima negara dari hasil penjualan gas di hulu tanpa kebijakan yang diterapkan sejak 3 tahun lalu itu.

"Saya mencatat jumlahnya pada 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar pada potensi penurunan penerimaan negara. Namun, ini masih angka-angka sementara yang masih akan kita lakukan rekonsiliasi lebih lanjut," ujar Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi dalam sebuah diskusi virtual, akhir Februari.

Kementerian ESDM pun sempat memberi isyarat ragu untuk menerima usulan Kementerian Perindustrian soal kelanjutan insentif kebijakan HGBT usai 2024.

Koordinator Program Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Rizal Fadjar Muttaqien mengatakan evaluasi tersebut atas kebijakan itu masih diperlukan.

"Dari kami ESDM masih menunggu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan HGBT yang sudah berjalan," ujar Rizal, baru-baru ini.

Perusahaan Gas Negara (PGAS). (Dok. Bloomberg)


Akan tetapi, pekan lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif akhirnya merestui kebijakan HGBT sebesar US$6/MMBtu berlanjut setelah 2024. Sayangnya, dia tidak menjelaskan apakah pelaksanaan HGBT tetap diberikan hanya kepada 7 sektor industri atau diperluas sesuai dengan permintaan dari Kemenperin.

Sejalan dengan itu, pemerintah juga tengah membangun infrastruktur gas serta jaringan gas (jargas), yang bisa digunakan untuk menggantikan impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG).

“[HGBT] insyallah akan dilanjutkan. Kita juga sedang berupaya membangun lagi infrastruktur gas, supaya bisa dimanfaatkan. Nanti juga bisa jadi jargas dan menggantikan impor LPG. Kalau tidak, devisa kita habis semua, sedangkan kita produksi gasnya akan banyak,” ujar Arifin saat ditemui usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dihubungi secara terpisah, perwakilan Kementerian Perindustrian mengatakan perluasan sektor industri penerima gas murah dalam kebijakan HGBT masih dibahas bersama dengan Kementerian ESDM.

Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Wiwik Pudjiastuti mengatakan Kemenperin berharap ke depannya semua sektor industri dapat menjadi penerima program gas murah seharga minimal US$6/MMBtu tersebut.

“Terkait dengan kelanjutan HGBT, Pak Menperin sudah bersurat ke Pak Menteri ESDMM. Pak Menperin juga mengusulkan ke depan HGBT tidak hanya untuk 7 sektor industri, tetapi untuk semua sektor. Namun, semuanya sedang dalam proses evaluasi,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, dikutip Senin (13/5/2024).

Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.

(wdh)

No more pages