Namun, Arifin tidak menjelaskan apakah pelaksanaan HGBT tetap diberikan hanya kepada 7 sektor industri atau diperluas sesuai dengan permintaan dari Kementerian Perindustrian.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga tengah membangun infrastruktur gas serta jaringan gas (jargas), yang bisa digunakan untuk menggantikan impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG).
“[HGBT] insyallah akan dilanjutkan. Kita juga sedang berupaya membangun lagi infrastruktur gas, supaya bisa dimanfaatkan. Nanti juga bisa jadi jargas dan menggantikan impor LPG. Kalau tidak, devisa kita habis semua, sedangkan kita produksi gasnya akan banyak,” ujar Arifin saat ditemui usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, pekan lalu.
Sebelumnya, nasib kelanjutan HGBT usai 2024 sempat terkatung-katung usai Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita tidak menghadiri rapat koordinasi bersama dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada Jumat (22/3/2024).
Adapun, kehadiran Kemenperin diwakili oleh Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier.
“Belum ada keputusan, yang membawa hitungan [Menteri Perindustrian Agus Gumiwang] belum datang tadi,” ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Jumat (22/3/2024).
Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.
(wdh)