Logo Bloomberg Technoz

Meski begitu, yang tercatat paling optimistis dengan kondisi ekonomi enam bulan ke depan adalah kelompok pengeluaran terendah Rp1-2 juta dan tertinggi di atas Rp5 juta, terutama disokong oleh peningkatan ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja juga ekspektasi kegiatan usaha ke depan.

Ini menjadi bekal berharga bagi prospek pertumbuhan ekonomi pada kuartal II terutama ketika efek konsumsi Lebaran dinilai sudah 'habis' pada kuartal I lalu dan perekonomian memasuki masa suram di sisa tahun di tengah gejolak pasar global yang masih besar dan kelesuan sektor manufaktur.

Konsumsi Lebaran Terendah

Berkaca pada data historis, tingkat keyakinan konsumen masyarakat RI memang cenderung lebih tinggi di bulan ketika Lebaran datang. Tahun lalu, Idulfitri dirayakan pada akhir April dan tahun sebelumnya pada Mei, juga mencatat lonjakan serupa. 

Tambahan penghasilan dari THR yang cair yang memberi suntikan ekstra pada daya beli, sepertinya juga meningkatkan optimisme masyarakat. Konsumsi yang melesat membawa efek berganda pada penjualan sektor ritel yang juga meningkat.

Penumpang kereta api tiba saat arus balik mudik di Stasiun Pasar Senen, Sabtu (13/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Namun, bila melacak dalam tiga kali Lebaran terakhir, alokasi pendapatan untuk konsumsi pada bulan saat Idulfitri datang tahun ini menjadi yang terkecil yaitu hanya 73,6%. Sedangkan pada Lebaran tahun lalu, alokasi konsumsi mencapai 75,2% dan pada 2022 sebesar 74,3%.

Pada saat yang sama, pengeluaran untuk cicilan utang pada Idulfitri tahun ini mencapai 9,7%, meningkat dibanding Lebaran tahun lalu sebesar 8,4% dan sama dengan 2022 sebesar 9,7%. Sementara pengeluaran untuk tabungan pada Lebaran tahun ini meningkat jadi 16,7%, dibanding 2023 sebesar 16,4% dan 16% pada Idulfitri 2022.

Namun, meskipun alokasi untuk tabungan pada Lebaran tahun ini lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya, bila melihat perbandingan dengan bulan sebelumhya, ada indikasi pada perayaan tahun ini masyarakat mengurangi tabungannya untuk membiayai konsumsi dan menaikkan pengeluaran untuk utang. 

Proporsi tabungan masyarakat pada April turun 0,3% jadi 16,7% dibanding Maret 17%. Pada saat yang sama, alokasi untuk utang naik dari 9,4% menjadi 9,7% dan konsumsi stagnan di 73,6%.

Bandingkan dengan Idulfitri tahun lalu di mana porsi tabungan justru naik secara bulanan ketika pengeluaran untuk utang turun dan konsumsi juga turun. Sementara pada Lebaran 2022, konsumsi meningkat dibanding bulan sebelumnya, tabungan turun dan utang tetap.

Data-data itu ditengarai sebagai sinyalemen bahwa tambahan pendapatan dari THR tahun ini mungkin belum memadai untuk membiayai pengeluaran hari raya sehingga banyak orang yang terdorong menambah utang dan mengurangi alokasi untuk tabungan demi menyokong lonjakan konsumsi bulan lalu.

Badan Pusat Statistik melaporkan, inflasi pada Lebaran tahun ini juga menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir atau sejak 2021. Inflasi April tercatat 0,25% month-to-month, dan 3,05% year-on-year. Namun, BPS menyebut, rendahnya inflasi lebih karena penurunan harga pangan bergejolak terutama beras dan cabai merah yang mencatat deflasi.

Namun, bila melihat inflasi inti, yang menjadi salah satu tolok ukur permintaan (daya beli) dalam ekonomi, tercatat bahwa core inflation pada Lebaran tahun ini adalah yang terendah yaitu hanya 1,82% year-on-year, dibandingkan Lebaran tahun lalu 2,83%, lalu pada 2022 sebesar 2,58%. Daya beli pada Idulfitri tahun ini menjadi yang terendah sejak 2021 yang saat itu perekonomian masih terhantam pandemi.

Setelah Lebaran

Efek konsumsi yang memuncak pada Lebaran tahun ini diperkirakan sudah 'habis' tecermin dalam angka pertumbuhan ekonomi kuartal 1 lalu yang melampaui ekspektasi di 5,11%. Setelah itu, perekonomian Indonesia diperkirakan akan lesu karena tidak memiliki momentum kuat yang bisa mendongkrak pertumbuhan seperti adanya Lebaran di kuartal 1.

Investasi mungkin ada harapan akan lebih melaju dengan kepastian pemenang Pemilu 2024. Hanya saja, ketidakpastian perekonomian global dengan rezim bunga tinggi yang diprediksi bertahan lebih lama, mungkin akan menjadi faktor penahan.

Sinyal perlambatan sektor manufaktur, yang merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto Indonesia, pada April penting diwaspadai. Sementara dari sisi pengeluaran, konsumsi domestik mungkin masih dibayangi pelemahan daya beli sejak tahun lalu yang mungkin masih akan berlanjut di sisa tahun ini bila tidak dibantu dengan stimulus fiskal yang memadai. 

(rui/aji)

No more pages