Kendati demikian, Bobby mengatakan, Kadin menyambut gembira kepastian yang diberikan pemerintah ihwal kelanjutan dari pelaksanaan HGBT usai 2024.
Dirinya menggarisbawahi energi merupakan salah satu faktor penting dalam biaya produksi. Terlebih, energi selalu berkontribusi paling besar dalam biaya produksi.
Menurut Bobby, pelaksanaan HGBT memberikan kepastian kepada industri mengenai perhitungan untuk biaya produksi bagi industri penerima kebijakan tersebut.
Dengan kepastian soal harga gas paling rendah sebesar US$6/MMBtu, pelaku industri bisa melakukan produksi dengan kapasitas penuh dan melakukan ekspansi.
Industri Keramik
Bobby menyebutkan salah satu industri yang berhasil melakukan ekspansi imbas pelaksanaan HGBT adalah industri keramik.
Dengan demikian, pelaksanaan HGBT memang harus dilanjutkan untuk mendukung pertumbuhan industri tersebut.
Industri di Indonesia, apalagi, tengah mencatatkan kinerja positif dengan laporan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di level 52,9 pada April. PMI di atas 50 menandakan aktivitas berada di zona ekspansi. Dengan demikian, PMI manufaktur Indonesia sudah 32 bulan beruntun berada di atas 50.
“Rasanya ini bagus sekali bahwa angka di atas 50 berarti industri tumbuh atau ekspansif jadi dengan adanya kebijakan yang tepat industri kita harapkan terus terbangun. Dengan demikian, tidak ada lagi isu deindustrialisasi dan sebagainya,” ujar Bobby.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan kebijakan HGBT sebesar US$6/MMBtu berlanjut setelah 2024.
Namun, Arifin tidak menjelaskan apakah pelaksanaan HGBT tetap diberikan hanya kepada 7 sektor industri atau diperluas sesuai dengan permintaan dari Kementerian Perindustrian.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga tengah membangun infrastruktur gas serta jargas, yang bisa digunakan untuk menggantikan impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG).
“[HGBT] insyallah akan dilanjutkan. Kita juga sedang berupaya membangun lagi infrastruktur gas, supaya bisa dimanfaatkan. Nanti juga bisa jadi jargas dan menggantikan impor LPG. Kalau tidak, devisa kita habis semua, sedangkan kita produksi gasnya akan banyak,” ujar Arifin saat ditemui usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, pekan lalu.
Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.
(dov/wdh)