Pekan ini, pelaku pasar global menanti rilis data penting Amerika yaitu data inflasi produsen dan konsumen, PPI dan CPI, yang bisa menjadi sumber turbulensi baru bila angkanya lebih tinggi daripada ekspektasi pasar. Rupiah yang pekan lalu bergerak stabil sempat menyentuh level penguatan di bawah Rp16.000/US$, pekan ini mungkin akan lebih berisiko melemah.
Tahun ini, pemerintah terakhir merilis global bond pada Januari lalu yang berhasil menarik investasi asing US$2,05 miliar untuk tiga seri SBN valas tenor 5, 10 dan 30 tahun. Minat asing ketika itu cukup tinggi mencapai US$8 miliar sehingga memberi cukup keleluasaan bagi pemerintah selaku penerbit untuk menetapkan imbal hasil yang menguntungkan alias lebih rendah masing-masing di 4,65%, 4,85% dan 5,2%.
Nilai global bond RI jatuh tempo tahun ini diprediksi sekitar Rp72 triliun. Bila berkaca pada tahun lalu, pemerintah merilis global bond sebanyak lima kali dalam bentuk global bond US$, SBN valas dalam denominasi yen alias samurai bond (blue bond) juga green sukuk alias SBSN valas.
Sinyal gamblang BI
Dalam pernyataan terakhir pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, bila melihat data-data sejauh ini dengan minat asing mulai kembali masuk, menurutnya kenaikan BI rate tidak lagi diperlukan.
Meski 'aneh'nya, bunga Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) terus dikerek naik hingga pada lelang terakhir menjebol rekor lagi di 7,53% pekan lalu.
"Data-data yang sekarang ada menunjukkan bahwa memang tidak ada lagi keperluan menaikkan BI rate, tapi semuanya data dependent [bergantung pada data]. Dengan data yang sekarang, kami melihat kenaikan BI rate dan SRBI itu cukup untuk memastikan stabilitas nilai tukar dan inflow juga inflasi. Semuanya tetap data dependent, hasilnya tunggu nanti saat RDG [Rapat Dewan Gubernur] bulanan," kata Perry.
Penurunan cadev pada April dan sepanjang tahun ini yang total penurunan mencapai lebih dari US$10 miliar, menurut Perry, tidak meresahkan bank sentral.
"Kami yakin cadev akan kembali naik. Dengan langkah kebijakan kemarin akan ada inflow, walaupun akan ada kenaikan permintaan dari korporasi karena dividen pada triwulan 2, itu biasa dan sudah kami perkirakan," papar Perry.
Nilai cadev sejauh ini masih cukup di atas standar kecukupan internasional, setara dengan 6,1 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sementara standar kecukupan internasional adalah tiga bulan.
(rui)