Logo Bloomberg Technoz

Kepemilikan Buffet di saham teknologi besar, Apple Inc. (APPL), sebagai contoh, telah berkurang hingga US$38,9 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini. Alhasil, penjualan saham APPL dan instrumen lain yang lebih berisiko itu menambah nilai kas Berkshire, perusahaan investasi Buffet, melonjak menjadi US$189 miliar, sekitar Rp3.024 triliun, rekor baru posisi kas si investor legendaris itu.

Bagi Buffet, kondisi saat ini di mana penurunan suku bunga semakin tidak pasti, inflasi masih tinggi, ada risiko resesi juga akibat pengetatan ekonomi berkepanjangan ditambah risiko geopolitik, pilihan terbaik adalah memperbanyak uang tunai. Seperti dilaporkan Bloomberg News, Buffet bahkan memperkirakan posisi uang kasnya bisa semakin besar di angka US$250 miliar pada akhir kuartal ini.

Menimbun uang tunai ketika ketidakpastian ekonomi meningkat mungkin menjadi pilihan terbaik apabila dana itu tidak malah tergerus inflasi. Bagi Buffet, ia menempatkan uang kasnya di instrumen yang memberikan imbal hasil. Pada kuartal pertama tahun ini, Buffet menikmati penghasilan bunga hingga US$1,9 miliar, meningkat jauh dibanding kuartal sebelumnya US$1,1 miliar.

Lebih suram

Nah, bagaimana di Indonesia? Perekonomian domestik diprediksi akan melemah di sisa tahun ini setelah mencetak pertumbuhan melampaui ekspektasi pada kuartal 1-2024 sebesar 5,11% berkat kenaikan belanja masyarakat selama Ramadan-Idulfitri. 

Kenaikan bunga acuan BI rate menegaskan situasi pengetatan akan berlangsung lebih lama. Pelemahan rupiah juga bisa mempengaruhi kenaikan inflasi harga di mana tahun ini Bank Indonesia memproyeksikan inflasi Indeks Harga Konsumen akan terkendali di 3,2%, sedangkan inflasi harga pangan bergejolak yang sempat menyentuh 10,33% Maret lalu, diharapkan bisa melandai ke kisaran 6%-7%. 

Sedangkan geliat dunia usaha juga diprediksi semakin lambat terindikasi dari indeks PMI manufaktur April yang turun signifikan. Para pengusaha cenderung semakin berhati-hati melakukan rekrutmen tenaga kerja bahkan pada beberapa kasus melakukan PHK temporer sehingga penciptaan lapangan kerja bisa semakin sulit ke depan. Optimisme dunia usaha menjadi yang terendah dalam empat tahun terakhir menurut publikasi S&P Global Market Intelligence.

Dalam situasi yang cenderung suram dan masih penuh tanda tanya, mengambil strategi konservatif adalah hal yang lumrah. Seperti Buffet, seorang investor bisa mengurangi risiko kerugian di masa mendatang dengan memangkas eksposur aset di instrumen berisiko seperti saham, reksa dana saham atau derivatif, serta memperbanyak porsi dana tunai di aset-aset likuid yang rendah risiko seperti obligasi negara jangka pendek, instrumen pasar uang, simpanan di bank bahkan emas.

Namun, sebagaimana Buffet, memperbanyak uang tunai, tidak berarti membiarkan uang itu benar-benar tersimpan di bawah bantal atau di brankas semata yang tidak memberikan imbal hasil apa-apa.

Menyimpan uang tunai berarti menempatkannya di instrumen yang likuid (mudah dicairkan), risiko kecil, namun masih memberikan imbalan setidaknya bisa mengimbangi inflasi.

Ada beberapa pilihan aset yang bisa dilirik bila memperbanyak uang tunai menjadi opsi terbaik bagi Anda saat ini ketimbang membiarkan dana di aset berisiko yang harganya terus longsor. Berikut ini yang bisa ditimbang:

Surat Berharga Negara

Bagi investor yang mencari tempat 'parkir' dana yang risikonya lebih kecil tetapi masih memberikan imbal hasil lumayan, SBN adalah salah satu opsi. Risiko SBN tergolong rendah, karena penerbitnya negara. Selama negara tidak bangkrut, risiko gagal bayar alias default terbilang kecil. 

Sementara tawaran imbal hasilnya masih potensial di atas inflasi. Kenaikan BI rate April lalu menjadi 6,25%, telah membuat imbal hasil SBN naik hingga di atas 7%.

Kenaikan imbal hasil itu menjadi kesempatan bagi investor yang ingin berinvestasi di surat berharga karena indikasi harga obligasi tersebut tengah turun sehingga modal investasi lebih kecil. Modal investasi di SBN adalah mulai Rp1 juta.

Contoh mudahnya, SBN seri fixed rate FR0100 yang jatuh tempo 2034, saat ini memiliki yield 6,87% dan harga 98,25%. Sementara kupon yang diberikan adalah 6,625% per tahun. 

Bila Anda berinvestasi sebanyak 100 unit di mana harga per unit adalah Rp1 juta, maka Anda cukup mengeluarkan modal investasi sebanyak Rp99,89 juta dan akan menikmati pendapatan kupon sebesar Rp2,98 juta per 6 bulan. 

Ketika setahun ke depan Anda menjualnya ketika harganya naik, anggaplah di harga 102%, maka Anda bisa mendapatkan capital gain yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual SBN, selain telah mengantongi pendapatan kupon sebanyak dua kali.

Sedang bila memutuskan memegang hingga jatuh tempo (hold to maturity), potensi return yang bisa dinikmati mencapai Rp59,72 juta dengan yield yang sudah dikunci di 6,87%, sehingga pembelian tersebut termasuk pembelian di harga discount.

Sebaliknya, bila Anda menjualnya di pasar sekunder ketika harganya semakin turun, maka modal investasi (principal) yang kembali juga akan berkurang. 

SBN ritel

Selain seri FR atau PBS, project based sukuk alias SBN syariah, pilihan lain adalah SBN ritel. Ini sebenarnya mirip dengan FR atau PBS, bedanya adalah ia dijual di pasar primer sehingga di harga par atau 100.

Saat ini, pemerintah tengah menawarkan SBN ritel berjenis Sukuk Tabungan seri ST012 dalam dua pilihan cabang atau tranches yaitu dua tahun atau empat tahun. Modalnya mulai Rp1 juta. 

Simulasi sederhana, untuk investasi di ST012-T2 tenornya dua tahun, jatuh tempo 10 Mei 2026, dan memberikan kupon 6,4% per tahun. Bila Anda menaruh dana Rp100 juta, maka akan mendapatkan kupon per bulan sebesar Rp479.970 selama dua tahun. Sehingga total pendapatan kupon mencapai Rp11,11 juta bila memegangnya hingga jatuh tempo nanti.

Namun, sukuk tabungan ini memiliki fitur early redemption atau pencairan sebelum jatuh tempo. Jadi, bila di tengah masa investasi Anda ingin mencairkan, hal itu masih bisa dilakukan tapi maksimal pencairan adalah 50% dari modal (principal). Pencairan lebih awal juga baru bisa dilakukan pada 10 Mei 2025 atau setahun setelah pembelian.

Kupon yang diberikan oleh SBN ritel terbaru ini masih lebih menarik dibanding rata-rata bunga deposito bank yang saat ini tak sampai 5% per tahun. Selain itu, pajak bunga obligasi juga lebih kecil hanya 10% dibanding pajak bunga simpanan bank yang 20%.

Deposito bank digital

Pilihan lain adalah menempatkan di deposito bank digital yang bisa di kisaran 7% per tahun. Penempatannya mulai Rp1 juta atau Rp10 juta. Namun, dengan tingkat bunga sebesar itu, Anda perlu ingat ada risiko yang ditanggung bila terjadi masalah di bank tempat Anda menaruh duit.

Bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat ini di bank umum masih di kisaran 4,25%. Artinya bila terjadi masalah di bank yang mengancam pengembalian dana, LPS tidak akan menggantinya karena simpanan itu memberikan bunga di atas bunga penjaminan. Sementara di bank rakyat alias BPS, tingkat bunga penjaminan dipatok di kisaran 6,75% saat ini. 

Dolar AS

Menempatkan dana tunai dalam bentuk valas atau dolar AS mungkin akan menjadi pilihan tepat terutama bila Anda memiliki tujuan keuangan yang membutuhkan valas di masa depan.

Namun, saat ini bunga tabungan atau deposito valas di perbankan masih terbilang kecil. Sebagai contoh, deposito valas di salah satu bank asing di Indonesia untuk penempatan terlama 12 bulan, hanya memberikan 2,15% untuk dana di bawah US$5.000. Tertinggi juga cuma diganjar 2,75% untuk dana di atas US$100.000.

Tingkat bunga deposito valas itu juga masih jauh di bawah tingkat bunga acuan Fed fund rate saat ini yang sudah 5,5%. Selain itu, prospek harga dolar AS juga diprediksi akan semakin turun ke depan. Bank Indonesia memperkirakan, nilai tukar rupiah (harga dolar AS) pada kuartal IV tahun ini akan turun ke Rp15.800/US$. Saat ini, kurs dolar AS di perbankan masih di kisaran Rp16.000-an. 

Emas

Emas sering menjadi pilihan dalam situsi ketidakpastian tinggi menuju resesi. Emas difungsikan sebagai alat hedging atau lindung nilai dari inflasi jangka panjang juga sebagai safe haven dalam situasi krisis karena nilainya yang stabil dan potensial meningkat dalam jangka panjang. 

Namun, emas tidak memberikan yield atau imbal hasil sebagaimana SBN atau obligasi. Potensi keuntungan emas hanya didapatkan dari capital gain, selisih harga ketika membeli dan saat menjualnya kelak. Untuk mendapatkan capital gain yang optimal, seringkali membutuhkan waktu panjang. 

(rui)

No more pages