Cara memastikan kecukupan cadangan devisa Indonesia ialah dengan menjaga nilai cadangan devisa sesuai standar nasional, yakni lebih dari 3 bulan impor. Selain itu, lanjut Perry, nilai cadangan devisa juga harus sesuai dengan indikator yang diterbitkan lembaga internasional, yakni reserve adequacy ratio.
"Jadi tidak perlu gundah gulana atau insecure (dengan nilai cadangan devisa saat ini), memang wajarnya seperti itu. Memang kami kumpulkan untuk panen dan digunakan ketika terjadi outflow dan perlu stabilitas. Tapi kami pastikan stoknya jauh lebih dari cukup dari yang kita butuhkan," papar Perry.
Berbagai kalangan mengkritisi proses pengambilan kebijakan moneter BI yang dianggap tidak efisien, yakni menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi nilai tukar rupiah, tetapi kemudian juga menaikkan BI Rate.
Menanggapi hal itu, Perry menjelaskan hal itu terjadi karena perkembangan perubahan arah suku bunga kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang sangat cepat.
"Pada konferensi sebelumnya dibilang FFR (fed fund rate) akan turun pada semester II sebanyak 4 kali, lalu turun 3 kali, lalu dibilang hanya 1 kali, bahkan bisa tidak turun. Itu kenapa ketika membuat stabilitas rupiah lebih mengandalkan cadangan devisa," papar Perry.
Menurut dia, kebijakan moneter saat ini lebih seimbang, bank sentral tetap melakukan intervensi, tetapi tapi juga menaikkan BI Rate dan imbal hasil Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Dia mengklaim kedua amunisi itu efektif memperkuat rupiah.
(lav)