Sebagai perbandingan, merek-merek mobil China sudah mulai menguasai 10% dari total pasar otomotif Thailand. Sebaliknya, produsen mobil lawas Jepang kehilangan 8,2 poin persentase tahun lalu setelah mengambil lebih dari 80% pangsa pasar selama bertahun-tahun.
Penjualan kendaraan listrik di Thailand tumbuh tahun lalu menjadi sekitar 76,000 dari kurang dari 10,000, menurut analis otomotif senior Bloomberg Intelligence, Tatsuo Yoshida.
Apa yang terjadi di Thailand bisa menjadi pertanda apa yang mungkin terjadi di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, yang sudah lama didominasi oleh merek-merek Jepang.
Bahkan, dominasi China di Thailand kian diperkuat dengan mereka mendirikan pabrik di Thailand, bahkan mereka juga mengekspor kendaraan energi baru dalam jumlah besar ke Thailand dan negara-negara lain, dengan China melampaui Jepang sebagai eksportir mobil terbesar dunia.
"Produsen mobil Jepang tidak boleh berpuas diri ketika melihat apa yang terjadi di Thailand dan negara-negara lain di kawasan ini," kata Takeshi Miyao, analis di konsultan otomotif Carnorama.
Negara-negara lain juga menerima insentif untuk mendorong pertumbuhan kendaraan listrik. Perusahaan China dan Korea Selatan sedang berjuang untuk merebut pangsa pasar di Indonesia, pasar terbesar di Asia Tenggara; Isuzu dan Suzuki Motor Corp belakangan ini kehilangan pangsa pasar di Tanah Air.
Meskipun kendaraan listrik hanya menyumbang 1% dari penjualan kendaraan penumpang di Asia Tenggara pada 2020, menurut Bloomberg NEF, jumlah tersebut akan mencapai 14% pada tahun 2030 dan 64% pada 2040.
(prc/wdh)