Meski demikian, dia memastikan proyek baterai EV tersebut akan menggunakan 60% pendanaan pihak ketiga dari pinjaman perbankan, sedangkan 40% sisanya dari ekuitas perusahaan.
Jatah Saham
Lebih lanjut, Dewa mengatakan dalam proyek tersebut, pembagian kepemilikan sahamnya terdiri atas 51% ANTM; dan 49% HongKong CBL Limited (HKCBL), anak usaha Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL).
“Lalu strukturnya untuk proyek [smelter] RKEF sama HPAL, Antam 30% dan 70% mitra kami [CBL]. Nah, di hilirnya itu Antam tidak masuk langsung, tetapi melalui IBC [Indonesia Battery Corporation], yang mana IBC itu punya porsi 30%, sisanya 70% CBL. Jadi Antam bagian 25% dari 30% itu,” tuturnya.
Saat ini, lanjutnya, pabrik baterai bersama CATL tersebut masih belum dibangun, tetapi proyek serupa dengan LG Energy Solution (LGES) sudah mulai berjalan. Rencananya, ekosistem baterai tersebut akan dikembangkan bersama ANTM dari hulu hingga hilir.
“Dia [CATL] akan bangun pabrik prekursor di Batang. Untuk yang sama LG, kami sedang restrukturisasi kepemilikan, dalam progres, memang agak terlambat, tetapi dia [pembangunan pabrik di] hilirnya lebih cepat. IBC masuk di sana,” kata Dewa.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Antam Syarif Faisal Alkadrie mengatakan proyek baterai tersebut akan melibatkan investasi smelter nikel berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF), kawasan industri, serta smelter berbasis berbasis high pressure acid leaching (HPAL) yang konstruksinya bakal dimulai pada 2025.
Adapun, konstruksi smelter RKEF, HPAL, dan kawasan industri tersebut merupakan tindak lanjut dari perjanjian jual beli atau sales purchase agreement (SPA) saham pada anak usaha Antam, yakni PT Sumberdaya Arindo (SDA) dan PT Feni Haltim (FHT), dengan anak usaha CATL yakni HongKong CBL Limited (HKCBL), anak usaha Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) pada Kamis (28/12/2023).
Syarif pada Maret menjelaskan saat ini studi kelayakan atau feasibility study (FS) sedang dilakukan untuk mencapai target konstruksi pada tahun depan.
Perlu diketahui, kerja sama antara Antam dan CATL bertujuan untuk pengembangan ekosistem pembuatan pabrik baterai EV dari hulu ke hilir. Ruang lingkup kerja sama tersebut adalah penambangan bijih nikel, smelter RKEF dan kawasan industri, smelter HPAL, pabrik bahan baterai, pabrik sel baterai, dan pabrik daur ulang baterai.
Nantinya, Antam melalui PT Sumberdaya Arindo (SDA) bakal terlibat dalam pertambangan nikel dengan anak usaha CATL yakni HongKong CBL Limited (HKCBL). Struktur dari kerja sama tersebut adalah Antam sebanyak 51% dan HKCBL sebesar 49% melalui skema divestasi anak perusahaan Antam.
Selain itu, Antam melalui PT Feni Haltim (FHT) bakal terlibat dalam pembangunan smelter RKEF dan kawasan industri yang menghasilkan produk nickel pig iron (NPI). Struktur dari kerja sama tersebut adalah Antam sebanyak 40% dan HKCBL sebesar 60% melalui skema divestasi anak perusahaan Antam.
Selanjutnya, perusahaan patungan HPAL JVCo antara Antam dan HKBCL bakal membangun smelter HPAL untuk menghasilkan produk mixed hydroxide precipitate (MHP). Struktur dari kerja sama tersebut adalah Antam 30% dan HKCBL 70% melalui skema pembentukan JVCo.
Sementara itu, Antam bakal terlibat secara tidak langsung melalui PT Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam pembangunan pabrik bahan baku baterai, pabrik sel baterai, dan pabrik daur ulang baterai.
IBC merupakan perusahaan patungan badan usaha milik negara (BUMN) Antam, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Pertamina New and Renewable Energy (RNE) dan PT PLN (Persero).
Investasi proyek penghiliran nikel menjadi baterai EV Antam dengan CATL mencapai US$420 atau sekitar Rp6,5 triliun sudah resmi diteken.
(wdh)