Bloomberg Technoz, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk kembali mengimpor beras tahun ini dinilai merugikan para petani yang seharusnya menikmati hasil dari panen raya. Menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, pengumuman impor beras oleh pemerintah berpengaruh terhadap harga di tingkat petani.
Meskipun, pemerintah berdalih bahwa beras yang diimpor hanya akan digunakan untuk mengisi kekosongan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang kian menipis dan sebagai dukungan program bantuan sosial (bansos).
"Pengumuman impor beras dalam waktu dekat ini pasti berpengaruh, baik itu secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani. Pemerintah seharusnya belajar dari peristiwa surat edaran badan pangan nasional lalu, yang langsung berimplikasi pada turunnya harga gabah di tingkat petani," katanya melalui keterangan resmi yang diterima oleh Bloomberg Technoz, Selasa (28/3/2023).
Sekadar catatan, berdasarkan laporan terakhir Bulog, pasok CBP saat ini 320.000 ton, alias jauh di bawah ambang batas aman 1,1 juta hingga 1,5 juta ton. Penyerapan domestik yang Bulog lakukan hanya mencapai 30.000 ton, sedangkan realisasi impor yang sudah disetor instansi tersebut sebanyak 485.000 ton.
Kemudian, Henry menilai keputusan impor kali ini belum dirasa tepat. Dia mempertanyakan apakah impor kali ini didasari oleh produksi dalam negeri yang tidak mencukupi, ketersediaan anggaran, atau malah mekanisme penyerapan gabah di tingkat petani.
"Jika memang terjadi penurunan produksi, akibat bencana banjir maupun hama dan sebagainya, ini harus jelas. Artinya terjadi ketidaksesuaian antara prognosis pemerintah yang dalam hal ini adalah BPS [Badan Pusat Statistik] dengan fakta di lapangan," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah masih belum maksimal dalam mengeluarkan kebijakan perberasan yang berpihak pada nasib petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan.
Mulai dari sisi produksi, SPI melihat pemerintah belum maksimal menjalankan reforma agraria melalui redistribusikan tanah kepada petani. Pemerintah juga belum berhasil menstabilkan harga pupuk maupun sarana produksi lainnya.

"Belum lagi tidak adanya perlindungan dan jaminan harga yang layak terhadap produksi petani. Ini yang berlarut-larut tak terselesaikan dan membuat semakin ruwet," tegasnya.
Pemerintah terkesan, lanjut Henry, mengambil jalan pintas dengan terus mengandalkan impor pangan untuk mengatasi permasalahan pangan di Indonesia. Hal ini semakin menjauhkan pemerintah pada prinsip kedaulatan pangan.
"Kedaulatan pangan seharusnya menjadi paradigma utama pembangunan pertanian di Indonesia, dan hal Ini sebenarnya sudah tercantum di dalam UU Pangan, dimana keharusan untuk mengutamakan produksi dalam negeri dan menjadikan impor sebagai alternatif terakhir," tuturnya.
Sementara itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut idealnya impor diputuskan setelah pemerintah mengetahui realisasi penyerapan sepenuhnya selama panen raya. Memutuskan impor di tengah panen raya sangat tidak tepat.
"Idealnya impor diputuskan setelah kita tahu realisasi, setidaknya, panen raya dari Februari hingga Mei 2023. Juni sampai dengan September 2023 juga akan ada panen gadu, yang bersamaan dengan hadirnya El-Nino. Kita belum tahu bagaimana realisasinya," katanya kepada Bloomberg Technoz melalui pesan instan.
Khudori mengatakan rencana impor hampir dipastikan akan membuat harga jatuh. Ketika harga gabah jatuh, tentu saja petani menjadi pihak yang akan dirugikan.
"Saat ini petani sedang panen raya. Mestinya, energi semua pihak dimanfaatkan untuk memastikan panen raya itu berlangsung baik. Tidak terjadi gagal atau puso, baik karena banjir atau bencana. Mesti juga dipastikan harga di level petani baik," tuturnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menugaskan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) mengimpor 2 juta ton beras hingga akhir tahun ini. Total 500.000 ton diminta untuk segera didatangkan ke Tanah Air meningat Hari Raya Idulfitri 1444 H kian dekat.

Penugasan tersebut termaktub dalam Surat Penugasan No. B2/TU.03.03/K/3/2023 tertanggal 24 Maret 2023 yang ditujukan kepada Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Melalui surat tersebut, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyebut keputusan impor beras merupakan hasil dari rapat internal mengenai Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (24/3/2023) lalu.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Bulog diminta mengimpor 500.000 ton pertama secepat mungkin. Adapun, untuk sisanya akan dilaksanakan secara bertahap hingga akhir tahun ini atau Desember 2022.
Arief menegaskan impor beras yang dilakukan tahun ini akan tetap menjaga kepentingan produsen dalam negeri atau petani. Pemerintah akan memperhatikan aspek akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik, sesuai peraturan perundang-undangan dalam proses impor komoditas pangan tersebut.
"Sejalan dengan hal tersebut, kami menugaskan Perum Bulog untuk tetap mengoptimalkan penyerapan hasil produksi terutama selama masa Panen Raya Maret-Mei 2023," ujarnya.
(rez/wep)