“Karena pertama tadi, stabilitas harga harus diperhatikan juga, tidak semata-mata pada kuartal II ada Lebaran, liburan anak sekolah [konsumsi] pasti naik, belum tentu juga. Kalau misal daya beli anjlok karena inflasi yang tinggi atau terjadi kenaikan pada beberapa komoditas strategis ini jadi ancaman juga,” kata Heri dalam Diskusi Publik INDEF yang disiarkan secara virtual, Selasa (7/5/2024).
Selain itu, masih terdapat pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah yakni menjaga instrumen pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi rumah tangga dan investasi. Ia menilai, hal tersebut merupakan komponen penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Lebih lanjut, ia memandang jika komponen tersebut tidak dijaga dengan baik maka akan sulit bagi Indonesia untuk memacu ekonomi RI diatas kisaran 5%. Utamanya untuk mencapai besaran 6% pada tahun 2025 mendatang.
Tak hanya itu, ia berpandangan bahwa dengan pertumbuhan sebesar 5,11% di awal tahun 2024 ini, belum menunjukan kinerja perekonomian Indonesia siap untuk mencapai besaran 6% pada tahun mendatang.
“2025 mulai masuk tahun pertama dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) kedepan 2025-2045, dimana targetnya kita masuk ke negara maju, maka rata-rata pertumbuhan ekonomi harus 6% per tahun mulai 2025-2045. Kalau kurang dari 6%, maka jadi negara majunya mundur lagi,” paparnya.
Maka itu, komponen pertumbuhan ekonomi harus dijaga dengan baik agar tetap menjadi penyumbang yang optimal. Khususnya pada sektor produksi, ia menilai sektor manufaktur dan sektor pertanian harus bisa dipacu lagi untuk memberikan efek domino pada sektor-sektor lainnya.
“Kalau industri saja yang dibebankan tinggi, sementara sektor lainnya biasa-biasa saja, maka itu akan sulit. Karena determinan dari pertumbuhan industri kan kebanyakan berada di sektor lain, seperti industri butuh bahan baku. Di pertanian, di energi, butuh tenaga kerja, butuh infrastruktur. Semua harus ada daya dukung kalau kita mau punya daya saing,” paparnya.
Untuk diketahui, capaian kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 melesat, melampaui perkiraan pasar sebesar 5,11%, berkat kinerja konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang menguat seiring dengan puncak belanja masyarakat di musim perayaan Ramadan dan Lebaran.
"Penyumbang utama pertumbuhan ekonomi kuartal 1 dari sisi produksi adalah industri pengolahan dan konstruksi. Sedang dari sisi pengeluaran, penyumbang utama adalah konsumsi rumah tangga dan PMTB [investasi]," kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Jakarta, siang hari ini, Senin (6/5/2024).
Sepanjang kuartal I, Indonesia masih menjaga surplus neraca perdagangan sehingga memperpanjang periode surplus menjadi 47 bulan beruntun. Tren penurunan harga komoditas terus berlanjut pada kuartal I seperti CPO dan batu bara.
Di dalam negeri, kinerja ekonomi kuartal I ditopang aktivitas yang tetap kuat. Prompt Manufacturing Index-BI masih berada di zona ekspansi. Kemudian kapasitas produksi terpakai 73,61%, lebih tinggi dari kuartal I-2023 yang 72,33%.
Produksi semen tumbuh 7,86%, produksi listrik tumbuh 7,89%, realisasi investasi juga tumbuh 22,07%.
"Daya beli terjaga, tercermin dari Indeks Penjualan Ritel yang tumbuh positif. Kebijakan pengendalian harga sehingga inflasi dalam negeri juga terjaga," kata Amalia.
(azr/lav)