"Skenario yang paling mungkin adalah kita duduk di sini untuk jangka waktu yang lama," katanya pada Selasa di Milken Institute Global Conference, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Kashkari mengatakan, ia akan memperkirakan antara dua hingga nol penurunan untuk tahun 2024 ketika para pejabat bertemu pada Juni, berdasarkan data inflasi yang masuk.
"Ketidakpastian mengenai di mana posisi netral saat ini menciptakan sebuah tantangan bagi para pembuat kebijakan," tambahnya.
Anthony Saglimbene dari Ameriprise menilai, kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi, serta The Fed yang mempertahankan kebijakan moneter pada tingkat yang ketat lebih lama dari perkiraan pada awal tahun, menimbulkan beberapa risiko tambahan.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, pasar menemukan rasa optimisme di akhir pekan lalu menyusul data pasar tenaga kerja (Non-Farm Payrolls) AS yang keluar lebih rendah dari ekspektasi, sehingga memberi indikasi bahwa kondisi kesehatan ekonomi AS cukup kuat untuk menghindari resesi, namun tidak cukup kuat untuk memperbesar tekanan inflasi.
“Pelaku pasar melihat 89% peluang Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan, paling tidak satu kali, sebelum akhir tahun ini, naik dari 81,6% probabilitas yang terlihat di pasar minggu lalu,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Suku bunga yang lebih rendah tentunya akan membantu mengurangi tekanan terhadap ekonomi dan sistem keuangan.
Dari sisi belahan bumi lainnya, investor juga mencermati ketegangan di Timur Tengah yang tensinya terus meningkat. Dengan militer Israel yang merayap ke kota Rafah di Gaza, kesepakatan gencatan senjata antara negara Yahudi dan Hamas masih sulit dipahami.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) dijadwalkan akan mengumumkan posisi Cadangan Devisa April pada Rabu (8/5/2024). Melihat tekanan yang dihadapi oleh rupiah selama April hingga ambles 2,55% menjebol level terlemah dalam 4 tahun hingga menyentuh Rp16.260/US$, nilai Cadev RI berpotensi terkuras jauh lebih besar ketimbang bulan sebelumnya yang sudah turun hingga US$3,6 miliar.
Respons BI menaikkan suku bunga acuan ke 6,25% pada 24 April kemarin, tidak serta merta membawa kembali rupiah ke bawah Rp16.000/US$. Sampai tutup dagang kemarin, rupiah masih melemah, ditutup Rp16.046/US$, melemah 0,13% dibanding hari sebelumnya.
Posisi Cadev pada Maret Maret sudah tergerus ke US$140,4 miliar. Bila prediksi itu tepat, maka selama April, penurunan Cadev akan ada di kisaran US$3,4 miliar hingga US$1,4 miliar, lebih rendah ketimbang Maret yang terkuras hingga US$3,6 miliar.
Alhasil, dalam empat bulan pertama tahun ini, ada potensi Cadev telah terkuras hingga mencapai US$9,4 miliar. Ini akan menjadi rekor periode penurunan terpanjang, empat bulan berturut-turut, setidaknya sejak pandemi Covid-19 ketika nilai Cadev anjlok sampai US$9,47 miliar dalam sebulan saja pada Maret 2020
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,17% ke 7.123 disertai dengan munculnya volume penjualan.
“Selama masih mampu berada di atas 7.026 sebagai supportnya, maka posisi IHSG diperkirakan sedang berada pada bagian dari wave [c] dari wave B, sehingga koreksi IHSG akan relatif terbatas untuk menguji 7.095-7.113,” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (8/5/2024).
Herditya juga memberikan catatan, IHSG juga masih berpeluang untuk menguji area 7.289 pada perdagangan hari ini.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, ERAA, INCO, MBMA, dan UNVR.
Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, IHSG diperkirakan akan kembali bergerak fluktuatif di atas 7.100.
“IHSG cenderung bergerak menjauhi overbought area di Selasa (7/5). Fluktuasi IHSG diperkirakan masih berlanjut di perdagangan terakhir pekan ini (8/5). IHSG diperkirakan kembali fluktuatif dalam rentang 7100-7150 di Rabu (8/5),” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi pada saham TINS, ANTM, BUKA, SCMA, MBMA, dan NCKL.
(fad)