Logo Bloomberg Technoz

Ada kekhawatiran, Bank Indonesia akan terpaksa mengerek bunga acuan lagi terutama ketika prospek bunga acuan global memburuk yang bisa dengan mudah memicu arus keluar modal asing dari pasar domestik seperti yang terjadi April lalu.

Posisi cadangan devisa pada April 2024 anjlok semakin dalam (Bloomberg)

Sinyal dari pasar obligasi menunjukkan hal itu, tercermin dari kurva yield yang flat-inverted dalam perdagangan Selasa lalu, terutama antara tenor pendek di bawah 5Y dan menengah yaitu 6-12Y.

"Bertahannya pola flat-inverted di INDOGB [SBN rupiah] dan INDON [SBN valas] menunjukkan bahwa pelaku pasar masih mempertimbangkan risiko kenaikan bunga acuan BI rate dalam waktu dekat. Kenaikan BI rate bisa terjadi bila inflasi inti CPI Amerika pada April tetap bertahan di level 0,4%," kata Lionel Prayadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas.

Selisih imbal hasil investasi Indonesia dengan AS, saat ini di kisaran 245 bps, terbilang sempit dibanding yield spread negara berkembang lain seperti India atau pasar Amerika Latin.

Sementara selisih yang dinilai cukup kompetitif, terjadi sebelum AS secara spartan menaikkan bunga acuan sejak 2022 lalu, ada di kisaran 300-350 bps mengingat perbedaan peringkat kredit. Selisih imbal hasil yang menyempit itu tidak bisa dilepaskan kian dekatnya jarak antara BI rate dengan Fed fund rate yang saat ini tinggal 75 bps saja dan menjadi selisih tersempit dalam sejarah.

Pasar mengkhawatirkan, dengan melihat lanskap bulan-bulan mendatang di mana turbulensi pasar bisa kembali datang di tengah lonjakan permintaan dolar di pasar domestik, rupiah bisa kembali mengalami overshoot. BI rate bisa kembali dikerek dan akan berimbas semakin dalam ke pertumbuhan ekonomi di sisa tahun ini. 

Permintaan dolar AS

Memasuki kuartal II, menengok pola historis, permintaan dolar AS di pasar memang biasanya lebih tinggi. Selain faktor repatriasi dividen investor asing dan pembayaran kupon, secara historis bulan-bulan ini akan memicu lonjakan permintaan dolar AS dari para jamaah haji seiring kedatangan musim pemberangkatan haji.

Nilai pembayaran dividen asing diperkirakan mencapai kisaran US$2,4 miliar yang membutuhan pasokan dolar AS. Belum ditambah kebutuhan valas rutin untuk mengimpor migas oleh PT Pertamina (Persero) lalu pembayaran utang luar negeri jatuh tempo baik pemerintah maupun korporasi swasta, juga permintaan valas para jamaah haji yang berangkat ke Mekkah baik berupa riyal Arab Saudi maupun dolar AS.

Tahun ini, Indonesia memberangkatkan sekitar 241.000 calon jamaah haji mulai 12 Mei nanti. Bila diasumsikan, setiap calon jamaah haji membutuhkan riyal atau dolar AS sekitar US$6.000 saja, kebutuhan valas para calon jamaah haji bisa mencapai US$1,4 miliar.

Calon haji menunggu proses administrasi di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (23/5/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Sementara nilai utang korporasi swasta diperkirakan mencapai lebih dari US$81, miliar yang akan jatuh tempo sekarang sampai akhir 2025 mendatang. Berkaca pada apa yang terjadi tahun lalu di puncak musim haji yang terjadi pada Juni, rupiah memang melemah akibat lonjakan permintaan valas terutama dari pembayaran dividen, pembayaran utang valas jatuh tempo, impor migas Pertamina ditambah kebutuhan valas haji.

Adapun dari sisi suplai, bulan-bulan ini sepertinya belum ada potensi tambahan pasokan dolar AS yang lebih besar. Dari arus masuk modal asing di pasar portofolio, dana asing memang terlihat mulai kembali ke pasar surat berharga negara (SBN) di mana pada 3 Mei lalu asing mencatat net buy harian terbesar sejak November senilai US$236,2 juta. Namun di pasar saham, asing justru terus mencetak net sell, nilainya mencapai Rp426,12 miliar sepekan terakhir atau Rp4,84 triliun dalam satu bulan ini.

Sedangkan berharap dari ekspor, melihat tren terakhir juga sepertinya sulit. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2024 mencapai US$62,20 miliar atau turun 7,25% dibanding periode yang sama tahun 2023. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$58,30 miliar atau turun 7,53%.

Menarik devisa para eksportir melalui aturan mandatori Devisa Hasil Ekspor yang diterapkan sejak Agustus lalu, juga belum berdampak signifikan sejauh ini. Data terakhir yang dilansir oleh Bank Indonesia, sampai 19 April, devisa yang berhasil ditarik hanya sekitar US$1,9 miliar di instrumen bertenor tiga bulan. Nilai itu semakin turun bila dibandingkan November yang sempat menyentuh US$2,4 miliar.

Perubahan fundamental

Kerentanan rupiah terhadap turbulensi pasar global terdengar seperti 'lagu lama' yang terus menerus diputar ulang ketika pada saat yang sama pertahanan dari dalam seolah tidak menunjukkan kemajuan.

Para pemegang kebijakan seolah tidak memiliki terobosan baru yang lebih fundamental dalam memberi sokongan lebih kuat untuk nilai tukar. Dalam hal ini, hanya mengandalkan aliran masuk hot money alias dana asing jangka pendek melalui instrumen moneter maupun fiskal yang memberi bunga tinggi, cenderung tidak berkelanjutan karena 'bermain' di wilayah sentimen yang memicu volatilitas nilai tukar lebih besar, sesuatu yang merepotkan pelaku usaha.

Pengunjung menukarkan uang di salah satu gerai penukaran uang di ITC Kuningan, Jakarta, Rabu (17/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Kebijakan mandatori DHE memang cukup diapresiasi sebagai terobosan baru, walaupun terlambat diterapkan karena pesta harga komoditas yang melesatkan kinerja ekspor RI sudah terjadi sejak awal 2022 kini sudah bubar alias berakhir. 

Ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan dalam kebijakan ke depan agar rupiah tidak mudah terombang-ambing gejolak pasar global. 

"Indonesia harus bisa melalukan transisi, kita tidak bisa terlalu bergantung pada impor yang membuat rupiah mudah terkena [guncangan]," kata Enrico Tanuwidjaja, SVP Head of Economics & Research Bank UOB Indonesia.

Saat ini, impor masih mendominasi dengan porsi mencapai 50% dari kebutuhan mulai dari bahan baku, barang modal sampai barang konsumsi. Menurut ekonom, ketergantungan itu perlu diturunkan supaya perekonomian bisa lebih tangguh.

Kinerja ekspor perlu digenjot lagi bukan hanya mengandalkan tambang atau sumber daya alam saja. Sektor pariwisata, misalnya, masih belum tergarap potensinya padahal sangat menjanjikan menarik valas masuk yang bisa memperkuat pertahanan rupiah.

Tanpa perubahan yang fundamental, guncangan terhadap nilai tukar akan terus berulang dan membawa dampak serius pada pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Menolong rupiah hanya dengan instrumen bunga acuan atau mengandalkan hot money yang hilir mudik dengan cepat, imbasnya bisa jauh ke belanja dapur rumah tangga di Indonesia.

(rui)

No more pages