"Semoga kebijakan lartas terutama untuk alas kaki ini bisa dimanfaatkan oleh industri alas kaki nasional untuk mulai membangun pabriknya di Indonesia."
Berbeda dengan Kemenperin, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri justru mengatakan bahwa hingga memasuki 2024, kinerja industri alas kaki masih tidak kunjung pulih atau ternormalisasi seperti layaknya periode prapandemi.
“Apalagi pada 2024 ini sejumlah tantangan masih [mengganggu konsumsi rumah tangga atau permintaan domestik], mulai dari inflasi harga pangan dan sebagainya,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (5/5/2024).
Tak hanya itu, dirinya pun mengungkapkan beberapa merek sepatu segmen menengah dan menengah-bawah justru mengalami penurunan permintaan pada periode Lebaran 2024, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Hal tersebut juga berpengaruh pada produsen alas kaki,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Aprisindo, perlambatan ekspor bahkan dialami oleh industri alas kaki sejak Juli 2022. Sejak Juli 2022 hingga April 2023, data ekspor perusahaan anggota Aprisindo hanya tumbuh dengan rerata rata 29%, padahal sebelumnya pertumbuhan ekspor mencapai 30%-45%.
Sementara itu, terkait dengan keputusan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta, Firman mengatakan saat ini bisnis Bata di Indonesia sebenarnya masih berjalan.
“Khususnya untuk yang bidang ritelnya. Selain produksi di Purwakarta, Bata juga masih memiliki skema bisnis berupa order makloon ke pabrik lokal Indonesia untuk brand mereka,” terang Firman.
“Penutupan Bata dikatakan karena ada masalah dengan order, sehingga berdampak pada defisit yang harus ditanggung perusahaan.”
Mengutip laporan keuangannya, sampai dengan kuartal III-2023, kerugian BATA mencapai Rp80,65 miliar alias membengkak 294,76% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Periode tersebut, penjualan perseroan hanya Rp488,47 miliar atau turun 0,42% secara year on year (yoy).
Setahun sebelumnya, pada 2022, BATA mencatatkan kerugian setahun sebanyak Rp105,92 miliar atau melonjak 106,85% yoy. Penjualan tahun tersebut, padahal, mencapai sekitar Rp643,45 miliar, tumbuh 46,74% yoy.
(prc/wdh)