Kabar rencana penghapusan Pertalite mulai ramai diperbincangkan usai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati di Komisi VII DPR RI pada Agustus 2023 menyatakan bakal menjual hanya tiga jenis bensin pada 2024, yakni Pertamax Turbo, Pertamax Green 92, dan Pertamax Green 95.
Dari ketiganya, tidak ada lagi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Tidak lama setelah itu, pemerintah langsung mengklarifikasi soal kabar penghapusan Pertalite.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meluruskan bahwa Pertamina tidak akan menghapus Pertalite pada 2024. Menurut Erick, Pertalite akan ‘diefisienkan’, bukan ‘dihapus’.
Perusahaan migas milik negara memang itu mengusulkan skema agar penggunaan bensin dapat lebih efisien dan ramah lingkungan, salah satunya dengan mengkaji produksi Pertamax Green 92; yang merupakan konversi Pertalite dengan bioetanol berbasis tebu.
Dengan kata lain, Pertalite tidak dihapus. BBM Rp10.000/liter itu akan dibaurkan ke dalam bahan bakar nabati untuk menghasilkan bioetanol dengan RON lebih tinggi dan ramah lingkungan.
Pada April 2024, Presiden Joko Widodo mengumumkan pembentukan Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/2024.
Menanggapi Keppres itu, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengonfirmasi pembentukan Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite/Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
Namun, hingga saat ini, belum ada penjelasan dari pemerintah yang menyatakan secara gamblang apakah produk bioetanol bakal menggantikan Pertamax atau Pertalite.
Kendati demikian, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akhir pekan lalu mengatakan pemerintah membuka peluang bahwa nantinya etanol, yang merupakan bahan baku bioetanol, bakal dicampur dengan Pertalite.
Luhut juga mengonfirmasi pemerintah tengah melakukan perhitungan untuk memberikan subsidi kepada bahan bakar bioetanol.
Kesimpulannya, pemerintah tidak akan 'menghapus' Pertalite, tetapi bakal melakukan efisiensi terhadap performa bahan bakar tersebut bila mengacu pada pernyataan Erick. Selain itu, pengembangan bioetanol tengah dilakukan melalui Satgas yang dibentuk Jokowi dan bakal mengganti Pertalite/Pertamax.
2. Mengapa Pertalite ‘Dihapus’?
Saat mengumumkan rencana konversi Pertalite, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan terdapat 3 pertimbangan di balik usulan tersebut.
Pertama, mendukung target pemerintah mencapai emisi nol karbon pada 2060. Kedua, tingginya impor bahan bakar minyak Indonesia. Ketiga, Pertamina telah membuat kebijakan komprehensif dari hulu ke hilir untuk memproduksi bensin bauran bioetanol secara massal, bahkan mulai dari tingkat perkebunannya.
Sementara itu, Luhut mengatakan peralihan ke bioetanol digunakan untuk menyelesaikan masalah polusi di Indonesia.
Sekadar catatan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melaporkan kontributor polutan terbesar di Jakarta berasal dari sektor transportasi yang mencapai 44%.
Kesimpulannya, Indonesia memiliki rencana untuk beralih dari penggunaan Pertalite menjadi bahan bakar nabati karena isu lingkungan, impor BBM yang tinggi, hingga kajian yang sudah dilakukan mengenai bioetanol.
3. Apa Bahan Bakar Pengganti Pertalite?
Sebenarnya, belum ada pernyataan gamblang dari pemerintah ihwal apakah bioetanol sudah pasti bakal digunakan untuk mengganti Pertalite atau Pertamax. Namun, Luhut mengatakan pemerintah membuka peluang untuk mengganti Pertalite dengan bioetanol.
Menurut Luhut, BBM bioetanol bisa dikembangkan melalui berbagai bahan baku, seperti jagung, tebu, hingga rumput laut.
Selain itu, CEO PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) John Anis mengatakan perseroan masih belum memastikan tingkat research octane number (RON) dari Pertamax Green yang diproduksi dari sumber daya tebu di Merauke, yang nantinya bakal digunakan sebagai pengganti BBM Pertalite atau Pertamax.
Kesimpulannya, hingga saat ini, pemerintah baru mengonfirmasi bahwa bioetanol memang direncanakan sebagai opsi untuk mengganti Pertalite atau Pertamax.
4. Kapan Pertalite ‘Dihapus’?
Pada Agustus 2023, Pertamina memang mengumumkan perseroan tidak lagi menjual Pertalite pada 2024. Kenyataannya, hingga hari ini Pertalite masih beredar di mayoritas SPBU Pertamina.
Namun, Kementerian Investasi/BKPM mengatakan pembentukan Satgas Swasembada Gula dan Bioetanol di Merauke memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku bioetanol, bakal mulai digunakan pada 2027 untuk mengganti Pertalite atau Pertamax.
Kesimpulannya, berdasarkan pernyataan teranyar dari pemerintah, bahan baku bioetanol bakal mulai digunakan kemungkinan mulai 2027 untuk mengganti Pertalite/Pertamax.
5. Berapa Harga Pertalite?
Pertalite saat ini dibanderol dengan harga Rp10.000/liter. Adapun, harga JBKP tersebut saat pertama kali diluncurkan pada Juli 2015 oleh PT Pertamina (Persero) adalah Rp8.400/liter.
Harga Pertalite terus mengalami perubahan sejak awal peluncurannya. Adapun, harga JBKP yang ditopang oleh dana kompensasi dari anggaran negara itu sempat mengalami penurunan pada 2016 menjadi sekitar Rp6.900/liter hingga Rp7.450/liter.
6. Berapa Harga Bioetanol?
Saat ini, jenis bioetanol yang sudah dipasarkanadalah Pertamax Green 95. Adapun, Pertamina masih melakukan uji coba komersial terbatas pada Pertamax Green 95 di DKI Jakarta dan Jawa Timur yang dibanderol dengan harga Rp13.900/liter.
Sementara itu, harga acuan bioetanol di Indonesia ditetapkan senilai Rp14.528/liter per 1 Mei 2024, naik tipis dibandingkan dengan penetapan pada bulan sebelumnya.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi mengatakan besaran tersebut naik Rp32/liter dari harga harga indeks pasar bahan bakar nabati (HIP BBN) jenis bioetanol periode April yang senilai Rp14.496/liter.
Ketetapan ini mulai efektif berlaku sejak 1 Mei 2024 sesuai yang tertera pada Surat Direktur Jenderal EBTKE Nomor T-1378/EK.05/DJE.B/2024 yang ditandatangani pada 22 April 2024.
(dov/wdh)