Logo Bloomberg Technoz

Akun @ija*za*d pada platform X sempat viral akibat cerita bahwa alat tentang pembelajaran siswa tunanetra yang dikirim dari suatu perusahaan Korea Selatan bernama OFHA Tech.

Perusahaan ini mengirimkan hibah dengan mengirimkan alat  taptilo untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang akan digunakan sebagai alat pembelajaran siswa tunanetra.

Disebut kiriman barang ini sudah tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022 akan tetapi terjadi penahanan oleh Bea Cukai serta penerimaan barang harus membayar tagihan bea masuk serta denda yang nilai capaian ratusan juta.

"SLB saya juga dapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari," cuit akun tersebut.

Menurutnya barang kiriman OFHA Tech tersebut seharusnya tidak ada dikenakan biaya. Sebab barang ini merupakan prototipe yang masih dalam tahap pengembangan dan juga dari proses hibah yang seharusnya tak dikenai biaya tagihan.

Namun, pihak Bea Cukai menetapkan barang yang dikirimkan itu senilai Rp361,04 juta dan pihak pengirim diminta untuk setuju membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp116 juta.

"Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut karena barang tersebut merupakah hibah alat pendidikan untuk digunakan siswa tunanetra," terangnya.

Terbaru, DJBC mengakui kurangnya komunikasi antara Bea Cukai, pihak perusahaan jasa titipan (PJT) yakni DHL express, dan pihak sekolah luar biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional.

Barang impor tersebut awalnya ditetapkan sebagai barang kiriman dengan nilai di atas US$1.500. DHL Express maupun penerima barang belum menginformasikan kepada Bea Cukai bahwa barang tersebut merupakan barang hibah, sehingga proses penyelesaian barang tersebut terhambat karena perizinannya belum diselesaikan.

Bea Cukai telah mengupayakan pengeluaran barang tersebut dengan memberikan fasilitas pembebasan fiskal mengacu pada PMK 200/PMK.04/2019. DJBC juga telah menginformasikan terkait dokumen yang dibutuhkan pihak SLB untuk pengeluaran barang tersebut.

“Kalau untuk hibah tidak ada kena bea masuk, biaya nol sehingga kami merespon cepat kami hari ini kami tetapkan sesuai dengan ketentuan pemerintah dibebaskan bea masuk,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Askolani dalam konferensi pers di DHL Express Distribution Center, Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024).

Paket Mainan dari Luar Negeri tertahan di Bea Cukai

Selanjutnya, salah seorang konten kreator bernama Medy Renaldy juga sempat mengeluhkan paket yang berisikan seperangkat robot mainan sempat tertahan di Bea Cukai.

“Harusnya bisa jadi perwakilan kreator Indonesia buat unboxing produk Transformers yang baru aja rilis worldwide, tapi paketku nyangkut di Bea Cukai,” tulis Medy dalam keterangan unggahannya di X.

Ia menjelaskan, paket yang ditujukan kepadanya telah dikirimkan sejak 15 April 2024 dari Hong Kong, China. Menurutnya paket tersebut seharusnya diterima tak lebih dari tanggal 25 April 2024.

"Dan harusnya per tanggal 25 kemarin, saya udah upload videonya, berbarengan dengan content creator di seluruh dunia yang bekerja sama dengan pihak Robosen,” ujar Medy.

“Tapi paket Megatron ini masih nyangkut di Bea Cukai. Update terakhir yang saya dapatkan di website-nya hanya ini [menunjukkan tangkapan layar Bea Cukai]. Saya yakin sih ini udah proses tercepat yang mereka bisa lakukan, bravo Bea Cukai!,” tuturnya.

Ia menyebut paket tersebut merupakan barang kiriman, bukan paket yang ia beli dari luar negeri. Sehingga dirinya mengaku bingung saat ditanyakan faktur pembelian dari barang tersebut.

"Agak bingung juga sih waktu ditanyakan invoice pembeliannya, karena emang ini dikirimkan, bukan dibeli. Disuruh cantumin link produk dan harganya pun juga bingung, di website-nya gak ada karena belum rilis. Tapi kok referensi website-nya ke produk Grimlock ya yang harganya USD 1699?,” tutur Medy.

Beli Sepatu Rp10 Juta Kena Denda Rp31 Juta

Terdapat unggahan salah seorang pengguna sosial di platform TikTok dengan akun @r*dhi*alth*f yang mengunggah pengalamannya membeli sepatu impor seharga Rp10,3 juta dan harus membayar tagihan pajak dari Bea dan Cukai sebesar Rp 31,81 juta.

Pihak perusahaan jasa titipan (PJT) yang mengirimkan sepatu itu memberitahukan Cost Insurance Freight (CIF) atau nilai pabean US$35.37 atau Rp562.736.

Setelah itu, Bea Cukai melakukan pengecekan terhadap nilai pabean atas barang tersebut dan ternyata didapatkan nilai sebesar US$553.61 atau Rp8.807.935.

Dengan temuan tersebut, Bea Cukai akhirnya mengenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 96 Tahun 2023 pasal 28.

Dijelaskan bahwa bea masuk dan pajak impor atas produk sepatu tersebut adalah bea masuk 30% Rp2.643.000, PPN 11% Rp1.259.544, dan PPh Impor 20% Rp2.290.000, dan Sanksi Administrasi Rp24.736.000 dengan total tagihan Rp30.928.544.

Lebih lanjut, Dirjen Bea Cukai Askolani menyatakan pihaknya telah memfasilitasi dan mempertemukan individu tersebut dengan pihak perusahaan jasa titipan (PJT) yang mengirimkan sepatu tersebut.

“Seperti kasus sepatu kemarin itu setelah kami fasilitasi dengan PJT kami bantu selesaikan kemudian mekanisme pengirimannya mungkin yang masih pending antara konsumen dan pengirimnya di luar negeri,” kata Askolani dalam Konferensi Pers APBNKiTa April 2024, Jumat (26/4/2024).

Lebih lanjut, ia menjelaskan pihaknya hanya menjadi pelaksana dalam menjalankan aturan barang kiriman dari luar negeri, sedangkan aturan terkait telah dirumuskan oleh Kementerian terkait sesuai dengan pos-posnya.

“Kebijakan mengenai importasi barang kiriman ini adalah kebijakan dari regulatornya, apakah itu Pemerintah Daerah, Kementerian Perindustrian, apakah Kementerian Kesehatan. Jadi posisi kita di Bea Cukai melaksanakan kebijakan itu,” katanya.

WNI Robek Tas Bermerk karena Kena Pajak Rp26 Juta

Terdapat sebuah video di media sosial yang memperlihatkan seorang Pria dan Wanita sedang diperiksa oleh petugas Bea dan Cukai di sebuah bandara. Dalam percakapan, seorang Petugas perempuan Bea dan Cukai mengatakan harga tas itu senilai 36.800 dolar Hong Kong yang bila diubah ke kurs Dolar Amerika Serikat menjadi lebih dari US$4.000.

Penumpang diminta untuk membayar bea masuk dan pajak tas tersebut Rp26 juta.Namun, penumpang pria membantah kalau harga tas tersebut US$4.000.

Dia menyatakan harganya US$1.000 atau apabila dikonversi dengan rupiah pada hari ini menjadi Rp16 juta.“Mbak saya belinya US$1.000 nih mbak,” kata pria tersebut.

Dia menyebut daripada membayar pajak Rp26 juta, lebih baik dijual saja tas tersebut seharga US$1.000. Namun, petugas Bea dan Cukai tetap bersikukuh bahwa harga tas tersebut US$4.000 dan pajak yang harus dibayarkan Rp26 juta.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, video yang beredar tersebut terjadi di Bandara Soekarno Hatta pada tahun 2018 yang lalu. Meskipun begitu belum terdapat keterangan resmi dari Bea Cukai atas kejadian tersebut.

Penyanyi Membeli Jaket Rp6 juta Harus Bayar Rp21 juta

Penyanyi Cakra Khan membagikan pengalamannya yang harus membayar total Rp21 juta dari jaket yang ia beli seharga Rp6 juta. Ia menjelaskan, barang tersebut tiba-tiba dikenakan bea masuk yang mencapai beberapa kali lipat dari harga barang aslinya.

“Dan masalahnya sama , tiba-tiba di denda terus yang nagih buat bayar ekspedisi nya kalau kasus saya sampai lawyer Fedex WhatsApp, sampai nge email saya suruh bayar, dan saya ga mau bayar. Ngapain jaket beli Rp6 juta kudu bayar Rp21 juta,” tulis Chakra Khan pada platform X, dengan ejaan yang telah disesuaikan.

Ia mengaku tidak bersedia untuk membayar bea masuk tersebut, dirinya juga memilih untuk membiarkan jaket tersebut tertahan di Bea Cukai Soekarno Hatta. Meskipun begitu, ia juga mendapatkan opsi untuk banding dan mengajukan keberatan, namun ia merasa hal tersebut sia-sia.

“Disuruh banding dan mengajukan keberatan yang akhirnya pasti sia-sia,” tulis Chakra.

(azr/lav)

No more pages