“Jastip itu harus ditegakkan aturannya, karena juga biasanya ada orang-orang tertentu yang mempergunakan jasa titipan itu. Nah itu kan masih ada aturannya. [...] Tadi saya lihat di situ ada orang asing bawa alat-alat mesin untuk dijual lagi. Itu kan enggak boleh. Kalau dia mau jual [peralatan] elektronik atau mesin kan mesti ada SNI-nya. Begitu,” tegasnya.
Penumpang Ketakutan
Zulhas pun menilai masih banyak penumpang dari luar negeri yang ketakutan diperiksa petugas Bea dan Cukai saat tiba di bandara Indonesia. Mereka biasanya berupaya menghindari pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) atau bea masuk (BM).
“Kenapa [barangnya] mesti dibawa seperti orang ketakutan begitu? Kan bisa melalui kargo, dicek, dihitung berapa pajak resminya. Kalau ditenteng-tenteng, ini kan seolah-olah menghindari pajak dan menghindari kewajiban. Ini yang mesti ditertibkan [Ditjen Bea dan Cukai]. Teman-teman bea cukai harus menjaga konsumen, melindungi teritori kita,” kata Zulhas.
Pada kesempatan yang sama, Zulhas pun kembali menegaskan aturan dan persyaratan mengenai barang bawaan penumpang jasa transportasi akan dikembalikan ke ranah peraturan menteri keuangan (PMK).
“Itu nanti dikembalikan ke PMK, [batasan] nilainya berapa, terserah. Namun, prinsipnya, kalau orang belanja dari luar negeri, beli baju 5 biji itu boleh, tetapi bayar pajaknya. Jadi kalau penumpang boleh dipotong [pajak dengan batasan nilai barang] US$500, kelebihannya bayar. Itu saja.”
Berikut detail pembaruan aturan impor yang termaktub di dalam Permendag No. 7/2024:
Ketentuan Barang Bawaan Penumpang
Dalam regulasi sebelumnya, alias Permendag No. 36/2023 (Lampiran IV), Kemendag memang pernah mengatur bahwa barang pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut yang dibolehkan masuk ke wilayah kepabeanan RI adalah paling banyak 5 kilogram (kg) dan tidak melebihi US$1.500 per penumpang atau per awak sarana pengangkut.
Di dalam aturan baru, alias Permendag No. 7/2024, Kemendag sudah tidak lagi mengatur soal batasan nilai dan/atau volume barang bawaan pribadi penumpang, sebagaimana termuat di Lampiran IV permendag sebelumnya.
Namun, hal yang perlu ditekankan, ketentuan dan persyaratan soal harga dan volume barang bawaan penumpang tetap akan diatur pemerintah. Hanya saja, tugas pokok dan fungsinya dikembalikan ke ranah Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Tidak lagi di Kemendag.
Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistyo mengatakan aturan soal barang bawaan akan kembali mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
“Tidak ada pembatasan jenis barang, kecuali barang dilarang impor dan barang berbahaya,” ujar Arif dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (2/5/2024).
Ketentuan Barang Kiriman PMI
Perlu digarisbawahi, barang kiriman berbeda konteksnya dengan barang bawaan. Agar tidak rancu, barang kiriman di sini merujuk pada barang yang dikirim oleh pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri ke wilayah NKRI dan tidak untuk dijual lagi.
Arif Sulistyo menjelaskan barang kiriman PMI juga tidak akan lagi diatur oleh Kemendag, melainkan kembali ke ranah Kemenkeu. Ketentuannya pun akan mengacu pada PMK No. 141/2023 tentang Ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia.
Dengan kata lain, Kemendag tidak lagi mengatur soal batasan jumlah dan kondisi barang kiriman milik PMI, yang sebelumnya diatur dalam Lampiran III Permendag No. 36/2023.
Keputusan tersebut diambil sesuai hasil rapat koordinasi terbatas tingkat menteri, di mana diputuskan bahwa barang kiriman PMI merupakan barang milik PMI yang sedang bekerja di luar negeri dan tidak untuk diperdagangkan.
“Dari poin tersebut, akhirnya disepakati tidak perlu diatur dalam permendag tentang kebijakan dan pengaturan impor,” ujar Arif.
“Bagaimana memastikan itu kiriman PMI? Sudah ada integrasi Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia [BP2MI], Kementerian Luar Negeri dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia [DJBC Kementerian Keuangan].”
Ketentuan soal barang kiriman PMI tersebut berlaku surut sejak 11 Desember 2023.
“Tujuan [berlaku surut adalah] agar barang yang masuk periode mulai 11 Desember 2023 yang terkena batasan Permendag No. 36/2023 baik jumlah, jenis itu bisa dikeluarkan. Melalui Permendag No. 7/2024 harapannya tidak ada lagi permasalahan barang PMI,” ujar Arif.
(wdh)