"68% penduduk usia produktif muncul itu akan kalau kita bisa menyiapkan membawa Indonesia menuju negara maju," ujar Jokowi.
Jokowi pun mengaku kaget hasil rasio dibandingkan penduduk di Indonesia yakni 0,47 rasio per 1.000 penduduk.
Menurut Jokowi, produksi dokter spesialis menjadi pekerjaan rumah besar karena peringkat ketersediaan dokter spesialis di Indonesia berada di urutan ke-147 sedunia.
"Sangat rendah sekali. Di ASEAN kita peringkat 9, berarti masuk 3 besar tapi dari bawah. Ini problem angka-angka yang harus kita buka apa adanya," ucap Jokowi.
Berdasarkan laporan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin yang mengungkapkan Indonesia masih kekurangan dokter umum di angka 124.000 orang dan kekurangan dokter spesialis sebesar 29.000 orang.
Namun Indonesia saat ini baru mampu mengeluarkan 2.700 dokter spesialis per tahun.
Selain itu, distribusi dokter spesialis juga tidak merata di seluruh wilayah, hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa dan kota-kota besar. "Tadi disampaikan Menkes ada 24 fakultas kedokteran dan 420 RS, sebab itu dua mesin ini harus dijalankan sama-sama agar segara menghasilkan dokter spesialis yang sebanyak-banyaknya dengan standar internasional," jelas Jokowi.
Biaya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin mengatakan di tengah isu biaya pendidikan kedokteran semakin mahal, untuk itu di Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit tidak dikenakan uang pangkal alias gratis.
"Tidak usah bayar uang kuliah, tidak usah bayar uang pangkal," katanya.
Selain dibebaskan biaya pendidikan dokter spesialis, calon dokter spesialis juga akan mendapatkan perlindungan setara dengan lainnya terutama mendapatkan gaji.
"Mereka akan jadi tenaga kontak di RS sehingga mereka akan mendapatkan benefit normal seperti tenaga kerja lainnya. Mereka akan mendapatkan perlindungan kesehatan, hukum, jam kerja wajar, status bukan bawah, pembantu, keset tapi mereka memang status sama. Dengan demikian gampang untuk masuk,"ujarnya.
(dec/spt)