Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Wilayah sisi kedua kutub di planet Bumi sering diidentikkan dengan cuaca ekstrem, bahkan di Kutub Selatan terdapat argumentasi bahwa hampir tidak ada pesawat yang bisa melintas.

Benua Antartika Menyimpan Potensi Bahaya?

Antartika menjadi benua bersalju dengan daratan luas. Lokasi yang dianggap terpencil dan minim infrastruktur menjadi alasan mengapa nyaris tidak ada pesawat yang mau melewati Kutub Selatan.

Meski begitu secara teknis penerbangan lintas benua, termasuk ke Antartika bisa dilakukan namun jika terdapat hambatan logistik seperti bahan bakar atau tak adanya bandara tentu menyulitkan proses.

Dalam aturan penerbangan komersial terdapat syarat lintasan perjalanan pesawat harus berada pada jarak tertentu dengan sebuah bandara. Hal ini mengantisipasi jika terdapat kerusakan, alhasil komunikasi masih dapat dilakukan, sebagaimana tertuang dalam regulasi Extended-Twin-engine Operational Performance Standards (ETOPS)

“Hambatan terbesar untuk melakukan penerbangan komersial musim dingin di atas Antartika adalah kurangnya tempat alternatif yang cocok untuk mendarat jika terjadi keadaan darurat,” dilansir dari Aviation Stackexchange, Senin (6/5/2023).

Cuaca Jadi Faktor Pertimbangan Pesawat Pilih Tak Lintasi Kutub Selatan

Antartika memiliki data cuaca yang relatif lebih ekstrem, terlebih saat musim dingin. Ekstrem artinya prakiraan yang sangat sulit diprediksi, badai bisa suatu saat bisa terjadi. Badai salju terkadang dapat menghalangi pandangan pilot saat mengemudikan pesawat.

Pada titik di planet Bumi yang diperkirakan aman saja, saaat cuaca buruk melanda berefek pada risiko gagal terbang hingga tertundanya penerbangan.

Data FlightAware tahun 2023 mencatat per hari terdapat 900 hingga 1.400 pembatalan penerbangan per hari, salah satu faktornya adalah waktu perjalanan di saat suhu udara ekstrem hingga cuaca buruk.

Meski demikian bukan berarti tidak pernah ada pesawat yang melintasi Kutub Utara. Beberapa bahkan melakukan melakukan lepas landas, seperti pada tahun 1928 oleh pilot militer Australia, George Hubert Wilkins, dengan penerbanganya dengan armada Lockheed Vega 1 yang kecil, melintasi 1.000 mil gurun putih yang belum pernah dipetakan.

Pada periode yang lebih modern, pesawat sebesar Airbus A340 mampu mendarat ke Antartika, pada landasan serta kondisi cuaca yang sangat buruk di area tandus dan kurangnya infrastruktur.

Suhu Panas Juga Ganggu Penerbangan Komersial

Seorang turis berbicara dengan pemandu wisata saat cuaca panas di London, Inggris, Rabu (6/9/2023). (Chris Ratcliffe/Bloomberg)

Pada satu titik Kutub Selatan memiliki tantangan dingin dan infrastruktur. Meski begitu 180 derajat saat suhu sangat tinggi juga membuat perjalanan pesawat komersial terganggu.

Cuaca panas menyebabkan masalah yang jelas bagi penerbangan seperti jarak pandang di landasan pacu menjadi tidak nyaman, atau karena asap kebakaran hutan.

Selain itu ada juga beberapa efek mengejutkan dari perubahan iklim pada penerbangan, seperti lebih banyak turbulensi, masalah saat lepas landas, dan badai yang lebih sering dan lebih parah dan dapat menyebabkan penundaan atau pembatalan penerbangan, dilansir dari Wired.

Ilustrasi Penerbangan ke Antartika. (Unsplash/DailyO)

Qantas Coba 'Menantang' Lintasi Antartika

Pada 14-17 Juli 2023 sebuah pesawat komersial berangkat cari Chili menuju Sydney, melintasi Antartika. Sebauh berjalanan ekstrem coba dilakukan oleh maskapai Qantas.  Penerbangan ini menjelajah hingga ke selatan sejauh 74,17°Lintang Selatan, melampaui batas selatan yang biasanya yaitu 70°Lintang Selatan.

Meski demikian risiko terburuk telah diketahui; kondisi cuaca ekstrem, jarak pandang yang terbatas saat hujan salju, pemadaman listrik, infrastuktur tidak memadai, yang menimbulkan tantangan, tidak ada daratan besar yang substansial, dan bandara.

 "Terbang di atas benua ini tidak masuk akal karena tidak ada rute di bawahnya seperti yang kita miliki di Asia Kutub, Eropa, dan Amerika," tulis Aviation News.

(wep)

No more pages