Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Hari ini, Senin (6/5/2024), Badan Pusat Statistik akan melaporkan kinerja perekonomian Indonesia pada kuartal 1-2024. Hasil konsensus 25 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan Indonesia akan mencatat pertumbuhan ekonomi di angka 5,09% pada kuartal pertama, tumbuh positif dari kuartal sebelumnya di 5,04%.

Hasil survei mencatat, proyeksi tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal satu di angka 5,41% dan terendah di 4,4%. Jumlah perkiraan mencakup 30 proyeksi dan ekonom yang disurvei mencapai 25 orang. Standar deviasi prediksi sebesar 0,17%.

Puncak konsumsi masyarakat seiring kedatangan Ramadan dan Idulfitri yang dimulai sejak pertengahan Maret lalu, menyumbang sebagian besar pertumbuhan pada kuartal pertama. Hal itu didahului oleh kenaikan belanja terkait kebutuhan seputar Pemilu pada Februari 2024. Laju investasi juga terlihat cukup moncer di awal tahun kendati ada hajatan politik yang menahan keputusan para pemilik modal.

Kombinasi tiga hal itu memberikan penguatan sehingga ekonomi kuartal pertama masih melaju di tengah ketidakpastian global dari ketegangan geopolitik serta arah suku bunga Amerika yang memukul rupiah jatuh, ditambah perlambatan ekonomi China yang menyeret kinerja ekspor RI.

"PDB [Produk Domestik Bruto] pada kuartal 1-2024 diperkirakan tumbuh 5,12%-5,17% sehingga membawa pertumbuhan tahun ini di kisaran 5%-5,1% didukung oleh konsumsi domestik dan realisasi penanaman modal," kata Teuku Riefky, ekonom LPEM Universitas Indonesia dalam kajian proyeksi PDB RI yang dirilis baru-baru ini. 

Namun, capaian kuartal 1 itu mungkin akan sulit berlanjut pada kuartal-kuartal selanjutnya dengan ketiadaan momentum yang bisa mendongkrak konsumsi masyarakat lagi di tengah kelesuan daya beli. Kepastian hasil Pemilu 2024 masih berpeluang memantik investasi-investasi masuk lebih banyak akan tetapi pengetatan moneter oleh bank sentral diperkirakan membuat ekspansi usaha kembali tertahan.

Riefky menggarisbawahi adanya tanda-tanda mengkhawatirkan karena tiga sektor terbesar, yaitu pertanian, manufaktur, dan perdagangan, yang berkontribusi lebih dari 40% dari ekonomi, menunjukkan tanda-tanda perlambatan pada kuartal empat tahun lalu.

Sektor-sektor yang lebih kecil, seperti transportasi, pertambangan, dan listrik tumbuh dengan pesat, mengimbangi sebagian penurunan dari sektor-sektor utama. Faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi China, dan dampak El Niño pada produktivitas pertanian turut berperan dalam tantangan yang dihadapi ekonomi Indonesia. 

"Selain itu, masalah domestik seperti penurunan produktivitas struktural dalam pertanian, melemahnya daya beli di sektor perdagangan grosir dan eceran, serta terus lesunya sektor manufaktur menimbulkan kekhawatiran," jelas Riefky.

Dus, kendati ada peluang rebound pada kuartal 1 lalu yang mencerminkan ketahanan, tetapi juga menegaskan perlunya Indonesia untuk mempercepat transformasi struktural dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 bakal tumbuh 5,17%. Jika terwujud, maka akan lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya.

"Outlook untuk pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024, Kemenkeu memperkirakan 5,17%," ungkapnya dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (3/5/2024).

Pertumbuhan ekonomi, lanjut Sri Mulyani, ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Baik dari sisi rumah tangga, pemerintah, dan Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).

"Seiring dengan penyelenggaraan Pemilu yang menyebabkan beberapa belanja memang harus dilakukan front loading. Juga kebijakan APBN dengan menaikkan gaji ASN dan pensiunan, serta pemberian Tunjangan Hari Raya dengan Tunjangan Kinerja 100% memberikan dukungan kepada belanja atau daya beli masyarakat," kata SMI.

KSSK memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan, dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Sri Mulyani mengatakan KSSK akan terus mencermati risiko terkait potensi penundaan pemangkasan suku bunga kebijakan Amerika Serikat (AS), tingginya imbal hasil obligasi AS, dan penguatan dolar AS, serta eskalasi ketegangan geopolitik global.

"KSSK akan terus siaga mengantisipasi dengan respon kebijakan yang sinergis dan efektif untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan dan ketidakpastian global terhadap perekonomian Indonesia, dan sistem keuangan Indonesia," kata Bendahara Negara.

(rui)

No more pages