"Peningkatan produksi dari sektor hulu menjadi salah satu upaya Pertamina mencapai energy security yaitu untuk menjaga atau meningkatkan ketahanan energi nasional," jelas Fadjar.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebelumnya memproyeksikan penerimaan negara dari hulu minyak dan gas bumi (migas) mencapai US$12,9 miliar atau setara Rp200,98 triliun (asumsi kurs Rp15.580) pada 2024.
Angka ini mengalami penurunan 11,64% dari penerimaan negara sebesar US$14,6 miliar atau setara Rp227,46 triliun pada 2023.
“Pada 2024 diperkirakan bahwa revenue US$33,7 miliar dengan target penerimaan negara US$12,9 miliar, penerima kontraktor US$12,5 miliar, dan cost recovery US$8,3 miliar,” ujar Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Rabu (13/3/2024).
Dalam kaitan itu, Dwi menggarisbawahi upaya efisiensi terus dilakukan, terlebih terdapat beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang bakal mengusulkan perubahan skema dari gross split menjadi cost recovery.
Adapun, penurunan proyeksi penerimaan negara juga sejalan dengan penurunan target produksi siap jual atau lifting minyak pada 2024.
Target lifting minyak sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah 635 juta BOPD, mengalami penurunan dari realisasi lifting minyak sebesar 605,5 MBOPD pada 2022.
Sementara itu, target salur gas adalah 5,785 million standard cubic feet per day (MMSCFD) pada 2024 atau mengalami peningkatan dibandingkan realisasi salur gas 5.376 MMSCFD pada 2023.
(wdh)